Bisnis.com, JAKARTA - Industri perbankan mesti lebih kreatif dalam menjaga likuiditas. Pasalnya, pemerintah berencana menghimpun pendanaan yang cukup besar melalui penerbitan surat berharga pada awal tahun.
Pemerintah juga menyatakan akan memberikan stimulus senilai Rp10,3 triliun ke sejumlah sektor yang terdampak perlambatan akibat virus corona, seperti pariwisata, transportasi, dan properti.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memperkirakan akan ada kemungkinan pemerintah melakukan front loading jika melihat penerimaan pajak yang outlook-nya rendah.
Dengan demikian, perlu diperhatikan konsekuensi akan meningkatnya pembiayaan utang dan penarikan utang yang berlebihan. Hal ini akan menyebabkan crowding out pada perbankan, sehingga likuiditas di pasar mengetat.
"Jika melihat penerimaan pajak dengan outlook rendah dan pemerintah juga perlu menjaga cash flow, sehingga opsi front loading tidak terhindarkan lagi," katanya kepada Bisnis, Selasa (10/3/2020).
Di samping itu, Bhima menjelaskan, pemerintah juga masih perlu menjaga arus kas sehingga stimulus yang diberikan tidak menganggu belanja rutin, seperti belanja pegawai dan barang.
Baca Juga
Oleh karena itu, dalam mengantisipasi potensi pengetatan, bank harus lebih kreatif lagi menjaga likuiditas, misalnya dengan lebih aktif menghimpun dana non-konvensional.
Menurutnya, opsi yang dapat dilakukan bank di antaranya dengan penerbitan saham atau rights issue, memacu wealth management, atau dengan melakukan penerbitan surat utang jangka menengah (medium term note/MTN).
Pada kesempatan berbeda, Presiden Direktur PT Bank Mayapada International Tbk. Haryono Tjahjarijadi berpendapat likuiditas bank akan tetap terjaga jika front loading pemerintah dilakukan dengan nilai yang tidak signifikan.
"Tergantung berapa besar jumlahnya dan kalau tidak signifikan seharusnya tetap aman," jelasnya.
Meski demikian, menurut Haryono, likuiditas perbankan saat ini masih terjaga dengan baik karena bank juga belum sepenuhnya melakukan ekspansi kredit. Bank masih berhati-hati karena hampir seluruh sektor terpengaruh oleh virus corona.
Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan jika melihat suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) yang diikuti suku bunga perbankan, mengindikasikan kondisi likuiditas di pasar uang dan perbankan cenderung memadai.
Suku bunga PUAB overnight turun sebesar 103 bps menjadi 4,81 persen dan suku bunga JIBOR tenor 1 minggu turun sebesar 119 bps menjadi 5,05 persen sejak akhir Juni 2019.
"Penurunan suku bunga PUAB dan suku bungan perbankan mengindikasikan kondisi likuiditas di pasar uang dan perbankan cenderung memadai, didukung oleh kebijakan moneter yang akomodatif melalui penurunan suku bungan acuan dan penurunan giro wajib minimum," ujarnya Selasa (10/3/2020).
Oleh karena itu, Josua memperkirakan likuiditas akan tetap terkelola dengan baik walaupun pemerintah berencana untuk menerbitkan surat berharga negara. Dia pun menambahkan penurunan suku bunga perbankan memiliki potensi berlanjut.
Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Haru Koesmahargyo mengatakan dengan kebijakan relaksasi dari Bank Indonesia seperti pemangkasan GWM valuta asing dari 8 persen menjadi 4 persen dan rupiah dari 5,5 persen menjadi 5 persen akan menambah likuiditas ke sistem perbankan. Kebijakan front loading pemerintah dinilai tidak akan mempengaruhi likuiditas BRI.
Perseroan akan tetap mendorong pertumbuhan likuiditas dari dana murah. "Kebijakan BI akan menambah likuiditas ke sistem perbankan," katanya.
Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn mengatakan perseroan akan tetap mencermati kondisi pasar dan koordinasi dengan regulator maupun stakeholder terkait dalam menghadapi perkembangan perekonomian terkini.
"Kami mengapresiasi kebijakan pemerintah dan otoritas sebagai dasar rujukan dan upaya dalam menyikapi perkembangan ekonomi saat ini di Tanah Air," katanya.