Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menyatakan likuiditas bank saat ini lebih dari cukup.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan walaupun deposito mengalami perlambatan karena pendapatan masyarakat turun di tengah pandemi, kondisi likuiditas bank masih aman.
Hal ini disebabkan BI telah melakukan kebijakan quantitative easing untuk mendukung manajemen likuiditas sektor perbankan di Tanah Air.
"Quantitative easing yang dilakukan BI hingga kini Rp503,8 triliun. Likuiditas bank lebih dari cukup," ujarnya dalam live streaming, Rabu (29/4/2020).
Perry memerinci kebijakan BI untuk mendukung likuiditas bank melalui quantitative easing dilakukan dengan penurunan giro wajib minimum (GWM), pembebasan pemenuhan giro ke BI untuk bank-bank yang tidak memenuhi rasio intermediasi selama satu tahun, dan fasilitas repo SBN yang dimiliki oleh bank.
Nilai quantitative easing yang telah mencapai Rp503,8 triliun tersebut berasal dari tambahan dari pelonggaran GWM senilai Rp117,8 triliun per Mei 2020.
Baca Juga
Sebelumnya, jumlah pada periode Januari-April 2020 quantitative easing mencapai Rp386 triliun.Jumlah tersebut berasal dari pembelian SBN di pasar sekunder yang diserap asing senilai Rp166,2 triliun dan sisanya berasal dari term repo perbankan senilai Rp137,1 triliun.
Dari kebijakan pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) sebanyak Rp53 triliun dan swap valuta asing senilai Rp29,7 triliun.
Perry menambahkan yang diperlukan saat ini supaya kebijakan Bank Sentral melalui quantitatives easing segera dirasakan oleh sektor riil adalah kebijakan fiskal dan realisasi kebijakan restrukturisasi yang telah dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Supaya likuiditas yang lebih dari cukup di sistem perbankan bisa mengalir ke sektor riil, maka saat ini yang penting adalah stimulus fiskal dan restrukturisasi kredit bank oleh OJK," katanya.