Bisnis.com, JAKARTA—Mantan Menko bidang Perekonomian Rizal Ramli mengkritik keras langkah pemerintah yang memutuskan kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini mulai berlaku 1 Juli 2020. Untuk kelas III disubsidi oleh pemerintah sampai akhir tahun ini. Namun, peserta harus menanggung kenaikan iuran mulai 1 Januari 2021.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 64/2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Aturan ini merupakan pengganti beleid sebelumnya karena sebagian pasalnya dibatalkan Mahkamah Agung pada Februari 2020. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020) dan diundangkan pada Rabu (6/5/2020).
“[Pak Jokowi] @jokowi, sebetulnya punya pilihan mudah : Batalkan program prakerja Rp20 triliun termasuk setoran abal2 dan KKN provider online [Rp5,5 triliun], gunakan untuk menyelesaikan masalah BPJS Kesehatan sehingga tariff tidak perlu naik. Gitu aja ribet,” cuitnya dalam akun twitternya @RamliRizal, Jumat (15/5/2020).
Pak @jokowi sebetulnya punya pilihan mudah : Batalkan program prakerja Ro 20 Trillium, termasuk setoran abal2 & KKN provider2 online (Rp5,6 Trilliun), gunakan untuk menyelesaikan masalah BPJS sehingga tariff tidak perlu naik. Gitu aja ribet '~ yang penting ada hati utk rakyat!
— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) May 15, 2020
Selain kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Program Kartuprakerja juga tidak terlepas dari kontroversi mulai dari konsep, implementasinya di tengah pandemi saat ini, hingga keterlibatan sejumlah pihak yang rawan adanya konflik kepentingan.
Baca Juga
Sejak sebelum diluncurkan, Program Kartu Prakerja sudah menjadi perhatian banyak pihak. Program yang awalnya ditujukan semata untuk membantu meningkatkan keterampilan para pekerja itu kini beralih menjadi semi bantuan sosial.
Namun, kebijakan mengalihkan program tersebut menjadi semi bantuan sosial (bansos) bagi para pekerja yang terdampak Covid-19 justru menuai reaksi negatif. Banyak pihak mempertanyakan mengapa tidak menjadikannya program bansos secara penuh.
Belakangan, muncul pula pertanyaan mengenai program pelatihan yang ditawarkan serta transparansi pemilihan platform yang memberikan layanan pelatihan.