Bisnis.com, JAKARTA - Rancangan revisi ketiga undang-undang 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) ternyata menghapus istilah sebagai lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah, atau pihak lainnya.
Pada draf tersebut nantinya akan dibentuk dewan moneter. Tugas mengawasi bank yang selama ini dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga beralih ke Bank Indonesia (BI).
Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Heri Gunawan mengatakan bahwa revisi UU BI diharapkan dapat mendukung pertumbuhan perekonomian nasional dan dapat mendongrak APBN.
Selain itu, beleid juga berpihak pada kesejahteraan masyarakat lewat kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang efektif.
“Agar hakikat APBN sebagai instrumen nyata yang mengungkapkan sejatinya kebijakan pemerintah dalam menjalankan pembangunan dapat dirasakan oleh masyarakat,” katanya saat dihubungi, Senin (31/8/2020).
Heri menjelaskan bahwa disamping koordinasi yang sinergis antara kebijakan fiskal dan moneter, BI diharapkan juga bisa mendorong pertumbuhan investasi melalui penambahan kewenangan terkait pengaturan makroprudensial. Mulai dari pengaturan utang luar negeri, pelaksanaan hedging yang lebih kuat, hingga repatriasi devisa.
Baca Juga
“Diharapkan nantinya BI punya ruang gerak sehingga bisa mengambil aksi saat terjadi krisis. Contoh Peran BI di bidang UMKM juga masih terbatas lantaran sifatnya yang hanya memberi bimbingan saja. Tapi tidak bisa melakukan aksi untuk membantu UMKM,” jelasnya.
Sementara itu, wewenang yang bertambah di pengawasan bank ditujukan agar OJK bisa lebih fokus pada pemantauan seperti di bidang asuransi dan tekfin illegal.
“Demikian juga terkait lembaga penjamin simpanan yang perlu dikembangkan lebih luas. Contohnya tidak hanya menjamin simpanan tetapi juga menjamin dana asuransi,” jelasnya.