Bisnis.com, JAKARTA -- Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai saat ini tidak ada urgensi pemerintah untuk melakukan reformasi sektor keuangan.
Perlambatan ekonomi atau bahkan resesi yang sudah di ambang mata lebih disebabkan oleh terjadinya pandemi, bukan kegagalan sektor keuangan yang kemudian harus dipertanggungjawabkan oleh BI dan OJK.
Menurutnya, reformasi sektor keuangan tidak menjamin perbaikan ekonomi ketika pandemi masih berlangsung. Sebaliknya, reformasi sektor keuangan yang dilaksanakan secara terburu-buru bisa menyebabkan pemerintah kehilangan fokus dalam menanggulangi pandemi.
Pemerintah pun dinilai harus fokus menanggulangi pandemi dan meningkatkan ketahanan masyarakat dan dunia usaha agar tidak kolaps. Sinergi antara pemerintah, LPS, BI, dan OJK pun perlu dikuatkan dalam menghadapi pandemi.
"Jangan sebaliknya, justru memunculkan kegaduhan yang tidak perlu, yang hanya menghabiskan energi secara tidak produktif," katanya, Jumat (4/9/2020).
Piter pun menilai sektor keuangan di Indonesia memang memiliki banyak kelemahan. Namun, memperbaiki sektor keuangan membutuhkan waktu dan konsentrasi sehingga reformasi harus direncanakan secara matang dan tidak terburu-buru.
"Pemerintah jangan mengulang penyusunan RUU Omnibus Law yang karena dikerjakan secara terburu-buru, tidak melibatkan banyak pihak, akhirnya memunculkan kegaduhan semata," sebutnya.
Menurutnya, ada dua isu yang beredar dalam seminggu terakhir terkait reformasi sistem keuangan yaitu rencana pemerintah mengeluarkan perppu dan draft RUU BI yang dikeluarkan oleh DPR yang berisikan rencana pembentukan dewan moneter.
Piter berharap rencana pembentukan dewan moneter tidak lagi muncul ke depannya. Pembentukan dewan moneter diyakini akan menggerus independensi Bank Sentral dan apabila itu terjadi akan berdampak negatif terhadap sektor keuangan.
"Rencana pembentukan dewan moneter sebaiknya tidak lagi muncul dalam pembahasan di DPR," sebutnya.
Amandemen UU BI, OJK dan juga LPS, lanjutnya, memang diperlukan setelah dikeluarkannya UU PPKSK pada 2018 yang lalu. Kebutuhan amandemen ini menjadi lebih terasa setelah Indonesia mengalami tekanan yang luar biasa di tengah pandemi Covid-19.
Draft RUU DPR yang didalamnya berisikan rencana pembentukan dewan moneter berasal dari badan legislatif DPR. Draft ini masih sangat preliminary yang bahkan belum selesai dibahas di komisi XI.
Oleh karena itu isu pembentukan dewan moneter dapat dikatakan belum menjadi kesepakatan di DPR apalagi menjadi kesepakatan DPR dengan pemerintah.
"Pemerintah dan DPR sangat perlu berhati-hati dalam melakukan amandemen, baik itu amandemen UU BI yang saat ini sudah masuk prolegnas strategis, maupun amandemen UU OJK dan UU LPS," sebutnya.