Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Omnibus Law Sektor Keuangan, Perlukah di Tengah Krisis Covid-19?

Tujuan Omnibus Law ini, yang dimaksudkan untuk pengembangan dan penguatan sektor keuangan, merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua kiri) didampingi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso (kiri), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kanan), dan Ketua Dewan Komisiomer Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah memberikan pemaparan dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Rabu (22/1).Bisnis/Himawan L Nugraha
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua kiri) didampingi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso (kiri), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kanan), dan Ketua Dewan Komisiomer Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah memberikan pemaparan dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Rabu (22/1).Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom menilai perombakan atau reformasi sistem keuangan dalam situasi ketidakpastian ekonomi saat krisis Covid-19 akan memberikan dampak yang negatif.

Berdasarkan bahan paparan rapat tertutup Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dengan Komisi XI DPR yang diterima Bisnis, pemerintah akan mengajukan Omnibus Law atau rancangan undang-undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Tujuan Omnibus Law ini, yang dimaksudkan untuk pengembangan dan penguatan sektor keuangan, merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai Omnibus Law sektor keuangan tidak tepat jika dilakukan di tengah krisis pandemi Covid-19.

"Saat ini market butuh ketenangan dan sinyal positif," kata Bhima kepada Bisnis, Senin (14/9/2020).

Belum lama ini, rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Reformasi Sistem Keuangan oleh pemerintah dan RUU Bank Indonesia yang diinisiai oleh DPR RI banyak menyita perhatian publik, hingga mendapatkan sentimen negatif.

Menurut Bhima, Omnibus Law sektor keuangan jangan sampai direspon negatif, khususnya pasal-pasal yang ada di dalam RUU BI muncul kembali di omnibus law tersebut, termasuk ide untuk mengembalikan pengawasan perbankan dari OJK ke BI dan pembentukan Dewan Moneter.

"Ini membahayakan ekonomi. Kita perlu belajar berapa capital outflow yang terjadi karena kegaduhan akibat RUU BI," jelas Bhima.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan justru saat ini, sektor keuangan relatif tidak bermasalah, sehingga tidak membutuhkan Omnibus Law.

Menurut Piter, memang banyak anomali yang terjadi di sektor keuangan, namun akar masalahnya bukan pada sektor keuangan. Dia mencontohkan, suku bunga kredit perbankan yang tinggi dan kaku justru disebabkan oleh sistem insentif yang terbentuk.

"Sangat perlu memahami akar masalah perekonomian. Misal, suku bunga bank yang tinggi tidak bisa disalahkan kepada bank-nya, tetapi pada regulasi dan kebijakan yang mendorong bank berperilaku seperti itu," jelas Piter.

Dia mengutarakan, jika pertimbangan omnibus law sektor keuangan terkait dengan pencegahan dan penanganan krisis PPKSK yang belum sempurna, maka RUU perlu dilakukan.

Piter menjelaskan, dengan dikeluarkannya UU PPKSK tahun 201,8 maka UU BI, UU OJK, UU Perbankan, dan UU LPS perlu diamandemen, agar sesuai dengan UU PPKSK tersebut.

"Kalau memang semangatnya seperti itu saya sependapat, karena dalam rangka sinkronisasi atau harmonisasi perundangan, tapi bukan untuk melakukan perubahan total, bahkan meninggalkan UU PPKSK," ujar Piter.

Dari bahan paparan BKF, Omnibus Law dipertimbangkan sebagai solusi dan terobosan untuk menyelesaikan hambatan regulasi yang tersebar di banyak UU sektor jasa keuangan.

Untuk mempersiapkan penyusunan RUU, pemerintah akan menyusun naskah akademik pada 2021. Pengumpulan dan pengolahan data dan informasi akan dilakukan pada Januari hingga Agustus 2021.

Sementara itu, pengkajian dan perumusan kebijakan akan dilakukan mulai dari Maret hingga Desember 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper