Bisnis.com, JAKARTA - Rasio kecukupan modal perbankan yang berada di atas 20% masih akan mampu menjaga pemburukan kualitas kredit dengan non performing loan (NPL) di bawah 5%.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, sebelum Covid-19 terjadi, yakni per Juni 2019, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan berada pada level 22,63% dengan NPL 2,50% (gross).
Pada perkembangannya, CAR menurun menjadi 21,67% per Maret 2020 atau sebelum pembatasan sosial skala besar (PSBB) diterapkan. Saat itu NPL perbankan masih berada di level 2,77% (gross).
Setelah pandemi mulai melanda, CAR dan NPL perbankan masing-masing meningkat menjadi 23,1% dan 3,22% (gross). Data terakhir pada Agustus 2020, rasio CAR perbankan meningkat tipis ke level 23,16% dengan NPL yang tetap berada di kisaran 3,22%.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan CAR memang dimaksudkan sebagai bantalan apabila bank mengalami kerugian, termasuk jika terjadi kenaikkan NPL. CAR yang berada di kisaran 20% masih terhitung sangat aman untuk menjaga pemburukan kualitas kredit dengan NPL yang terjaga di bawah 5%.
Menurutnya, sekalipun NPL meningkat hingga 10%, CAR perbankan yang berada di atas 20% masih tergolong kuat menjadi bantalan kerugian bagi perbankan. Hanya saja, NPL yang tinggi tersebut tetap akan memberikan risiko bagi individual bank.
"Ada hitungannya [CAR dan NPL] namanya stress test, saya belum menghitung sampai berapa, tetapi stress test bukan untuk dipublikasikan karena sering disalah artikan," katanya kepada Bisnis, Selasa (6/10/2020).
Meskipun demikian, Piter menilai daripada memupuk CAR untuk mempersiapkan bantalan atas peningkatan NPL, bank sebaiknya menjaga kualitas kredit. Apalagi, tidak mudah bagi bank untuk menaikkan CAR. "Fokus perbankan seharusnya adalah menjaga kualitas kredit, menahan kenaikan NPL," sebutnya.