Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketidakpastian Tinggi, Bank Indonesia Sulit Turunkan Suku Bunga

Kebijakan mempertahankan suku bunga akan mempertimbangkan stabilisasi nilai tukar rupiah dikarenakan ketidakpastian yang masih tinggi baik di pasar keuangan global maupun kondisi di dalam negeri.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan pada jumpa pers terkait Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Kamis (17/1). Bisnis/Nurul Hidayat
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan pada jumpa pers terkait Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Kamis (17/1). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan kembali mempertahankan suku bunga kebijakan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau BI7DRRR di level 4 persen pada Rapat Dewan Gubernur Oktober 2020.

Kebijakan tersebut menurutnya dilakukan mempertimbangkan stabilisasi nilai tukar rupiah dikarenakan ketidakpastian yang masih tinggi baik di pasar keuangan global maupun kondisi di dalam negeri.

Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan BI, di antaranya ketidakpastian eksternal yang masih mendorong keluarnya dana asing di pasar keuangan negara berkembang terkait tambahan stimulus fiskal AS, pemilihan presiden AS, pemulihan ekonomi domestik, hingga penanganan Covid-19 di dalam negeri.

Ketidakpastian tersebut tercermin tercermin dari volatilitas nilai tukar rupiah yang cenderung meningkat, khususnya pada akhir September hingga awal Oktober 2020.

"Sementara itu, investor asing masih membukukan net sell di pasar saham meskipun kepemilikan investor asing pada surat berharga negara (SBN) cenderung meningkat dalam sebulan terakhir ini," katanya kepada Bisnis, Senin (12/10/2020).

Disamping itu, menurut Josua, dari sisi domestik BI juga mempertimbangkan aktivitas ekonomi dari sisi permintaan yang masih lemah, terindikasi dari inflasi tahunan yang rendah karena mobilitas masyarakat terbatas, apalagi setelah penerapan PSBB jilid II sejak pertengahan September hingga awal Oktober.

Josua menilai, penurunan suku bunga kebijaan BI saat ini belum akan terlalu mendorong peningkatan aktivitas ekonomi yang lebih signifikan, mengingat perilaku konsumsi masyarakat masih dipengaruhi oleh perkembangan kasus Covid-19 di dalam negeri.

Penurunan suku bunga acuan BI yang sudah mencapai 100 basis poin sejak awal 2020 pun belum berimplikasi pada peningkatan permintaan kredit perbankan.

"Oleh sebab itu, BI masih akan mempertahankan suku bunga kebijakannya dan mengoptimalkan kebijakan quantitative easing serta bauran kebijakan lainnya untuk mendorong stabilitas nilai tukar rupiah," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper