Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menyatakan bahwa potensi ekspor makanan halal mencapai US$229 juta pada tahun ini, tetapi belum separuhnya yang sudah dioptimalkan Indonesia. Lembaga itu pun menyatakan siap mendukung pengembangan ekspor.
Direktur Eksekutif LPEI D. James Rompa menilai bahwa potensi pasar produk halal masih sangat terbuka lebar. Potensi itu berasal sangat besarnya permintaan domestik, seiring banyaknya penduduk muslim, dan banyaknya pasar luar negeri yang belum teroptimalisasi.
Menurutnya, Indonesia masih memiliki peluang ekspor untuk memenuhi permintaan dari negara-negara berpenduduk mayoritas muslim di Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan. Indonesia memiliki potensi menyuplai sejumlah makanan halal ke ketiga wilayah itu, seperti margarin, biskuit, olahan buah sayur, kopi, dan ekstrak makanan.
Ketiga kawasan tersebut memiliki potensi ekspor senilai US$229 Juta pada 2020 yang terdiri dari 10 besar produk makanan halal. Namun, dari potensi perdagangan tersebut, Indonesia baru memiliki pangsa pasar (market share) sekitar 39 persen.
"Masih terbuka peluang pasar ekspor sebesar 61 persen atau senilai US$139 Juta," ujar James dalam keterangan resmi yang diperoleh Bisnis pada Minggu (25/10/2020).
LPEI menyatakan siap mendukung pengembangan ekspor dengan bauran produk yang luas, baik dengan skema konvensional maupun syariah. Selain itu, menurut Jamis, pihaknya pun melaksanakan Penugasan Khusus Ekspor untuk segmen Usaha Kecil Menengah (UKM) berorientasi ekspor.
Lembaga itu memberikan sejumlah fasilitas penugasan umum dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk segmen UKM maupun korporasi. Selain itu, James menjabarkan bawha LPEI menyediakan layanan jasa konsultasi dalam bentuk Coaching Program for New Exporters, Marketing Handholding Program dan Desa Devisa.
"Kami mengajak pengusaha di dalam negeri memanfaatkan berbagai produk dan layanan pembiayaan yang dimiliki LPEI sehingga diharapkan turut mendukung bisnis, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya.
Langkah itu pun merupakan bentuk dukungan LPEI kepada pemerintah mendukung langkah pemerintah sebagai Special Mission Vehicle (SMV) di bawah Kementerian Keuangan. Selain itu, pemerintah pun secara langsung sudah memberikan mandat kepada LPEI untuk menggenjot ekspor dan meningkatkan kontribusi perekonomian syariah.
“Kementerian Keuangan dalam hal ini membawahi LPEI bisa memberikan dukungan pembiayaan untuk industri yang masuk dalam National Interest Account untuk hal ini promosi ekspor dan menggunakan pembiayaan dari LPEI,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam gelaran webinar Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia, Sabtu (24/10/2020).
LPEI mencatat bahwa pada Juni 2020, kontribusi pembiayaan syariah terhadap Industri Keuangan Non Bank (IKNB) mencapai 4,2 persen. Adapun, kontribusi pembiayaan syariah LPEI terhadap total syariah IKNB sebesar 15,3 persen.
Per September 2020, kontribusi pembiayaan syariah LPEI terhadap total pembiayaan LPEI mencapai 17,03 persen. Sebanyak 76 persen pembiayaan syariah itu disalurkan dalam rupiah dan 24 persen lainnya dalam US dollar.
"82 persen pembiayaan syariah LPEI digunakan untuk tujuan pembiayaan investasi dan 18 persen untuk kebutuhan pembiayaan modal kerja," ujar James.
LPEI pun melakukan pendanaan dengan instrumen syariah, antara lain Sukuk Mudharabah yang diterbitkan pada 2018–2020. Total dana yang dihimpun dari instrumen itu mencapai Rp1,8 triliun dengan outstanding sukuk per 20 September 2020 mencapai Rp1,1 triliun.
Dari sisi sektor industri, 53,6 persen pembiayaan atau setara Rp8,55 triliun disalurkan ke sektor perkebunan. Lalu, 29,3 persen atau Rp4,65 triliun lainnya disalurkan ke sektor perindustrian untuk keperluan pembelian pupuk, obat, serat dan benang untuk produk ban, alumunium foil, tekstil, serta charcoal.
Sebanyak 10,1 persen atau setara Rp1,59 triliun pembiayaan itu disalurkan ke sektor pertambangan. Adapun, 3,9 persen atau setara Rp610 miliar lainnya disalurkan ke sektor pergudangan dan pengangkutan.