Bisnis.com, JAKARTA — Para penyelenggara teknologi finansial peer-to-peer lending (fintech lending) syariah Indonesia optimistis kinerja bakal membaik karena usaha sektor produk halal berpotensi bangkit lebih cepat di era new normal.
Lutfi Adhiansyah, Ketua Klaster Fintech Pendanaan Syariah Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sekaligus CEO PT Ammana Fintek Syariah (Ammana), mengatakan hal ini dalam diskusi virtual AFPI bertajuk Peran Fintech dan Digitalisasi Ekonomi Syariah Untuk Peningkatan Ekonomi Halal di Indonesia, Senin (23/11/2020).
"Jadi, seperti yang diungkap State of the Global Islamic Economy Report, peluang yang tercermin di sana mirip-mirip seperti kinerja kita. Seperti, bangkitnya industri makanan halal. Bahkan, peluang halal-tourism sekalipun seperti haji dan umrah masih ada karena investor melihat ini buat long-term growth," jelasnya.
Terkini, nilai akumulasi penyaluran pinjaman oleh 11 perusahaan fintech lending syariah terdaftar dan berizin di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah mencapai lebih dari Rp1,20 triliun.
Adapun, total penyaluran bersama para perusahaan konvensional dengan jumlah mencapai 156 perusahaan, kini nilainya mencapai Rp128,69 triliun per September 2020.
Sementara itu, berdasarkan statistik OJK, total aset industri fintech lending mencapai Rp3,34 triliun. Dengan porsi aset dari fintech lending syariah berizin Rp20,70 miliar, sedangkan fintech lending syariah terdaftar Rp51,90 miliar.
Lutfi pun menekankan bahwa dengan masih ramainya geliat investasi dan bangkitnya industri produk-produk halal di Indonesia, bukan tak mungkin industri fintech lending syariah juga bisa ikut berkembang dengan cepat.
"Apalagi, fintech lending yang bermain di syariah itu biasanya memiliki fokus market yang spesifik. Ada yang fokus ke produktif, ada yang di properti, ada pula yang mengombinasikannya dengan pembiayaan umrah dan haji. Potensi pengguna kita masih sangat besar," ungkapnya.
Dalam indeks penilaian State of the Global Islamic Economy Report 2020/2021, Indonesia mencatatkan peningkatan posisi dari posisi 5 ke posisi 4 dengan akumulasi skor 91,2, di belakang Malaysia (290,2), Arab Saudi (155,1), dan UAE (133).
Skor ini merujuk pada penilaian dari seberapa baik ekosistem enam sektor industri halal di negara tersebut, yaitu halal food, Islamic finance, muslim-friendly travel, modest fashion, pharma & cosmetics, serta media & recreation.
Overview untuk Indonesia dalam penelitian ini mengungkap bahwa prestasi ini merupakan sikap yang semakin aware terhadap ekonomi syariah.
Untuk makanan halal, Indonesia naik 8 peringkat ditopang ekspor ke negara The Organisation of Islamic Cooperation (OIC) lain.