Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penjaminan Polis di Tengah Gagal Bayar Bumiputera - Kresna Life, OJK: Dikecualikan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan untuk memberi kepastian bagi nasabah asuransi dibutuhkan lembaga penjamin polis (LPP).
Pengunjung gerai Slik menunggu panggilan petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Bisnis/Abdurachman
Pengunjung gerai Slik menunggu panggilan petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan menilai prasyarat utama pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP) adalah tidak adanya moral hazard

Hal ini mengacu terhindarinya dana iuran yang dikumpulkan dari industri untuk penyelesaian kasus-kasus asuransi bemasalah yang ada saat ini. 

Seperti diketahui, saat ini terdapat sejumlah perusahaan asuransi yang mengalami gagal bayar dan kesulitan likuiditas. Beberapa di antaranya yakni PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life), dan PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (WanaArtha Life).

Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A OJK Ahmad Nasrullah menyatakan bahwa otoritas sangat mendukung pembentukan LPP guna melindungi dana para nasabah asuransi. Keberadaan lembaga itu pun dinantikan masyarakat dan dinilai mampu meningkatkan kepercayaan terhadap industri asuransi.

Meskipun bersifat segera, menurut Nasrullah, pembentukan LPP harus terbebas dari moral hazard. Risiko yang menghantui tahap awal pembentukan lembaga itu adalah penggunaan dana untuk membayarkan klaim perusahaan-perusahaan asuransi bermasalah.

"Jangan begitu dibentuk uangnya kesedot untuk yang itu [perusahaan-perusahaan asuransi bermasalah]. [Perusahaan-perusahaan asuransi lain] pasti tidak rela juga, habis bayar iuran langsung kesedot ke sana, kami ingin menjaga hal-hal seperti itu," ujar Nasrullah pada Kamis (17/12/2020).

Nasrullah menyatakan bahwa otoritas terus melakukan koordinasi yang intensif dengan pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan terkait pembentukan LPP. Kedua pihak menyepakati bahwa lembaga itu harus memiliki posisi dan fungsi yang adil bagi seluruh anggotanya.

"Mungkin sekarang tinggal diskusi teknisnya, kira-kira siapa yang kriterianya bisa menjadi anggota. Kalau semua boleh menjadi anggota, bayar preminya sama tapi risikonya beda, kami tidak mengharapkan seperti itu," ujar Nasrullah.

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penjaminan Polis sendiri menjadi satu dari 19 RUU yang masuk Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2020–2024, seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Tahun 2020–2024.

Target penyelesaian RUU tersebut ada dalam kurun 2021–2024. Kementerian Keuangan menilai urgensi pembentukan RUU LPP karena pentingnya penguatan ekonomi dan sumber pembiayaan jangka panjang melalui industri asuransi serta adanya sejumlah kasus perasuransian mendasari perlunya pembentukan RUU itu.

"Program penjaminan polis juga diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga dapat memutus risiko sistemik di industri jasa keuangan dan dapat menjaga stabilitas perekonomian," tertulis dalam beleid tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper