Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK : Pemerintah Restruktrisasi Kredit Hampir Rp1.000 Triliun

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pemerintah sudah memberikan restrukturisasi kredit kepada 7,6 juta kreditur dengan total nilai hampir Rp1.000 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. Capital adequacy ratio (CAR) perbankan juga terjaga mencapai 23,78 persen, sementara pada 2019 harganya terlalu tinggia 23,31 persen. (4/1/2021).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. Capital adequacy ratio (CAR) perbankan juga terjaga mencapai 23,78 persen, sementara pada 2019 harganya terlalu tinggia 23,31 persen. (4/1/2021).

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pemerintah sudah memberikan restrukturisasi kredit kepada 7,6 juta kreditur dengan total nilai hampir Rp1.000 triliun.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menuturkan bahwa kebijakan stimulus yang telah dikeluarkan OJK antara lain restrukturisasi kredit perbankan, penilaian kualitas kredit satu pilar, penundaan penerapan Basel III dan pelonggaran pemenuhan indikator likuiditas serta indikator permodalan.

Kebijakan-kebijakan ini diklaimnya telah dapat memberikan ruang bagi perbankan untuk menjaga profil risikonya.

"Sejak diluncurkan 16 Maret 2020, sampai dengan akhir Desember 2020 program restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai nilai Rp971 triliun diberikan kepada 7,6 juta debitur atau sekitar 18 persen dari total kredit perbankan," ujarnya dikutip Bisnis, Sabtu (16/1/2021).

Lebih lanjut, jumlah tersebut berasal dari restrukturisasi kredit untuk sektor UMKM yang mencapai Rp386,6 triliun berasal dari 5,8 juta debitur. Sementara untuk non-UMKM, realisasi restrukturisasi kredit mencapai 1,8 juta debitur dengan nilai sebesar Rp584,4 triliun.

Dengan program restrukturisasi tersebut, rasio non-performing loan gross perbankan dapat dijaga pada 3,06 persen naik dari 2019 yang berhasil hanya 2,53 persen atau net 0,98 persen, sementara pada 2019 sebesar 1,19 persen. Capital adequacy ratio (CAR) perbankan juga terjaga mencapai 23,78 persen, sementara pada 2019 harganya terlalu tinggia 23,31 persen.

"Sebagai dampak dari belum pulihnya pertumbuhan kredit, LDR juga menurun dengan tajam menjadi sebesar 82,2 persen, turun signifikan dari 2019 yang sebesar 93,64 persen," ungkapnya.

Wimboh juga melaporkan bahwa likuiditas perbankan masih cukup memadai (ample) ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp2.111 triliun dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp1.251 triliun, dan Dana Pihak Ketiga yang tumbuh sebesar 11,11 persen secara tahunan.

Alat likuid per non-core deposit 146,72 persen dan liquidity coverage ratio 262,78 persen, lebih tinggi dari threshold-nya. "Kondisi permodalan yang cukup tinggi dan kondisi likuiditas yang ample sebagaimana kami uraikan di atas akan memberikan ruang yang cukup besar untuk mendorong pertumbuhan kredit ke depan," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper