Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan menjelaskan alasan target pertumbuhan kredit yang dipatok cukup pada 2021, meskipun sempat tercatat minus pada 2020.
Pada tahun ini, OJK mematok pertumbuhan kredit di kisaran 7,5%. Adapun, pada tahun lalu kredit terkoreksi 2,4%.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso meyakini kredit perbankan akan mengalami kebangkitan setelah krisis akibat pandemi Covid-19 selesai. Hal ini berkaca pada pertumbuhan kredit paska krisis 1998, 2005, dan 2008.
Wimboh menuturkan sektor UMKM merupakan sektor yang paling awal bangkit dari masa pandemi pada Juli tahun lalu. Hal tersebut didorong berbagai insentif seperti subsidi bunga, subsidi premi penjaminan kredit, hingga penempatan dana pemerintah di perbankan untuk menggenjot kredit UMKM.
Segmen korporasi belum bisa bangkit meski ada subsidi premi penjaminan. Hal ini karena permintaan yang masih rendah. Hasil survei OJK mencatat operasional korporasi belum sepenuhnya pulih, baik di sektor otomotif maupun pariwisata. Operasional korporasi rata-rata masih di kisaran 30%-40%.
"Meskipun ada tanda-tanda PMA naik 51% dan demand konsumsi naik, tetapi dari angka perbankan perusahaan komersial dan perbankan yang dominan kreditnya di perbankan, justru menurunkan balance kreditnya," katanya.
Baca Juga
Hal tersebut karena korporasi belum membutuhkan modal kerja di masa pandemi. Sehingga adanya kenaikan kredit dari UMKM belum mampu mengkombine penurunan balance kredit dari perusahaan besar. "Ini belum bisa sehingga kalau digabung [kredit] menjadi minus 2,4%, tidak masalah," imbuhnya.
Faktor lainnya yakni korporasi lebih banyak melakukan penggalangan dana untuk jangka pendek dari pasar modal karena yield yang lebih murah. Tercatat penggalangan dana di pasar modal mencapai Rp118 truliun, banyak di antaranya merupakan emiten baru.
Dari situ, OJK meyakini meski kredit perbankan negatif pada tahun lalu, tetapi kebutuhan industri bisa dipenuhi dari pasar modal. Selain itu, korporasi menahan kredit seiring operasional yang berkurang karena permintaan yang belum pulih.
"Tapi ini temporaray dan di 2021 akan bangkit dengan berbagai indikator. Dan di 2021 bahkan bisa kembali normal kredit untuk mengkompensasi sebelumnya. Sehingga kredit akan tinggi yang kita perkirakan 7,5% plus minus 1%," katanya.
Wimboh mengatakan berkaca dari krisis 2008, kredit mengalami kebangkitan luar biasa selama proses pemulihan ekonomi. Hal serupa juga terjadi di pada saat krisis 1997 dan 1998. Bahkan setelah krisis 2005, kredit bisa tumbuh 25% karena proses pemulihan ekonomi.
"Di 2005 kredit bisa 25% karena yang push dari satu proses recovery yang nanti tentunya akan turun lagi menjadi normal. Ini kenapa kreditnya tinggi, tentu karena recovery proses seperti di krisis 1997 1998 dan krisis di 2008," katanya.