Bisnis.com, JAKARTA - Industri perbankan masih menjadi incaran paling utama cyber attack selama masa pandemi tahun lalu.
Chairman Banker for Risk Manajemen (BARa) sekaligus Direktur Manajemen Risiko PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Ahmad Siddik Badruddin menyampaikan perbankan terus memperkuat tata kelola manajemen risiko selama masa pandemi tahun lalu.
Bahkan, upaya mitigasi justru semakin gencar seiring dengan meningkatnya intensitas penyerangan siber di tengah transformasi digital yang dilakukan banyak bank.
"Industri perbankan masih menjadi industri paling disasar untuk serangan siber dengan indeks 23%. Perbankan berhubungan langsung dengan data, dan jumlah simpanan masyarkat. Setelah perbankan baru industri manufaktur dan energi," sebutnya dalam webminar Katadata, Rabu (24/3/2021).
Dia menyampaikan variasi serangan yang paling sering adalah ransomware, yang indeksnya meningkat menjadi 23% pada 2020 dari sebesar 20% pada 2019. Serangan ini berupaya untuk melakukan enkripsi dan pencurian data sehingga dapat diakses oleh pelaku dengan tujuan meminta tebusan finansial.
Kemudian, serangan data thief and leak yang juga mengalami kenaikan dari 5% menjadi 13% pada 2020. Serangan ini berupaya untuk memanfaatkan kebocoran data sensitif seperti banking login credential.
Selain itu ada, ada juga server access yang indeksnya naik dari 3% menjadi 10% pada 2020. Serangan ini berupaya untuk mengakses data penting dengan akun-akun tak terotorisasi.
Berikutnya, ada bentuk seranngan remote access trojan, yang indeksnya naik dari 2% menjadi 6%. Ini adalah serangan dengan malware yang berfungsi sebagai backdoor untuk mengendalikan suatu sistem bank.