Bisnis.com, JAKARTA – Seiring dengan masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Sektor Keuangan ke Prolegnas Prioritas 2021, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengingatkan terdapat konsekuensi dari dikembalikannya Dewan Moneter dan perluasan mandat Bank Indonesia (BI).
Josua menjelaskan apabila mandat BI diperluas terkait dengan pertumbuhan ekonomi, maka pengambilan keputusan yang akan diambil BI akan berasal dari data-data yang lagging (tertinggal).
Pasalnya, data-data yang akan digunakan BI untuk mengambil keputusan seperti data pengangguran dan pertumbuhan ekonomi, tidak memiliki periode yang sama dengan waktu Rapat Dewan Gubernur (RDG) yaitu setiap bulan.
Sementara, data pengangguran dirilis dua kali setahun atau per semester, serta pertumbuhan ekonomi dirilis empat kali setahun atau per kuartal.
“Artinya, pengambilan keputusan BI ini didasarkan dari data-data yang lagging, dan tidak mencerminkan kondisi ekonomi saat ini,” jelas Josua dalam video conference, Senin (19/4/2021).
Tidak hanya terkait dengan basis data, Josua memaparkan tekanan politik dari rezim yang terus berganti sesuai dengan masa kepemimpinan selayaknya merubah arah kebijakan. Dikhawatirkan, hal tersebut dapat mengintervensi kebijakan moneter BI hingga menjadi tidak konsisten dan kredibel.
Baca Juga
“Perlu adanya independensi instrumen untuk menetapkan sendiri sasaran moneter dan juga dalam pelaksanaan pengendalian moneter,” pungkasnya.
Adapun, DPR mengatakan pembahasan RUU Sektor Keuangan akan dilakukan pada sekitar Agustus-September mendatang. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi mengatakan pihaknya bersama dengan pemerintah, masih melakukan serangkaian focus group discussion (FGD) untuk membahas RUU tersebut.
Sampai pada saat itu, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut mengatakan akan terus menerima saran dan solusi untuk penguatan sektor kelembagaan dan pengawasan, termasuk terkait dengan kekhawatiran dari sejumlah pengamat dan pihak eksternal tentang independensi Bank Indonesia (BI).