Bisnis.com, JAKARTA — Pengembangan kanal keagenan dinilai dapat mendorong tumbuhnya pendapatan premi dan profitabilitas, baik di asuransi konvensional maupun syariah. Penyeimbangan nasabah ritel dan korporasi dinilai sebagai salah satu langkah menjaga risiko.
Direktur Teknik PT Asuransi Takaful Umum Ihrom Bayu Aji menjelaskan bahwa berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), kanal keagenan menyumbang 11,2 persen dari total premi industri. Sementara itu, perolehan premi dari broker mencakup 33,6 persen dari perolehan industri.
Menurut Ihrom, kondisi yang ada di Takaful Umum yakni perolehan kontribusi dari kanal keagenan mencakup 22 persen dan broker mencakup 23 persen dari total premi. Dia menilai portofolio yang seimbang itu cukup baik, tetapi ada faktor risiko yang perlu diperhatikan.
"Keagenan itu cenderung penutupan [nasabah] ritel, kalau broker itu korporasi. Dari sisi risiko, penutupan korporasi itu risikonya besar, kalau penutupan banyak ritel akan bagus juga [dari sisi risiko]," ujar Ihrom dalam gelar wicara Strategi Agency Takaful Umum Menyambut Persaingan di Era Disrupsi, Kamis (10/6/2021).
Peningkatan kontribusi keagenan dari nasabah ritel akan menjadi agenda perseroan untuk meningkatkan pendapatan sekaligus menjaga risiko. Meskipun begitu, Ihrom menyatakan bahwa agen dapat tetap leluasa mencari semua peluang yang ada tanpa harus hanya mengejar nasabah ritel.
"Akun korporasi yang dibawa agen tetap harus diproses, kalau rezekinya dari penutupan korporasi, masa harus kita halangi. Masalah tingkat risikonya seperti apa, perlu dibahas di teknik," ujarnya.
Takaful Umum pun menilai bahwa pengelolaan risiko dari portofolio ritel relatif dapat lebih leluasa dikelola oleh perusahaan. Penentuan tarif pun dapat dilakukan perseroan sepenuhnya, sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sementara itu, penutupan korporasi akan sangat bergantung dengan perhitungan aktuaria dari reasuransi. Ihrom bahkan menyebut bahwa asuransi umum 'tidak bisa berbuat apa-apa' dalam penutupan korporasi jika tidak didukung reasuransi.
Dalam memaksimalkan strategi itu, perseroan pun harus memastikan produk-produk yang ada terkini dan sesuai kebutuhan nasabah ritel. Dua produk yang akan menjadi fokus Takaful Umum adalah asuransi kendaraan dan kebakaran, yang sangat digandrungi pasar.
"Apakah produknya masih laku di pasaran? Akan kami tinjau. Kalau masih laku, bagaimana dibandingkan dengan produk sejenis dari perusahaan lain? Dari asuransi konvensional misalnya. Harus ada tim yang concern terhadap ini," ujarnya.
Ihrom pun menilai bahwa agen-agen asuransi syariah harus meningkatkan pemanfaatan teknologi, baik dalam penawaran kepada calon nasabah maupun berbagai proses pelayanan. Hal itu pun didorong oleh Takaful Umum melalui pengembangan aplikasi bagi agen dan nasabah.
Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menjelaskan bahwa berdasarkan riset Asean Insurance Pulse, penggunaan teknologi digital di asuransi umum dapat menurunkan biaya rata-rata hingga 20 persen. Hal itu pun akan sejalan dengan upaya meningkatkan pendapatan keagenan, jika disertai dengan adaptasi digital.
"Direkomendasikan kegiatan asuransi sebaiknya mempertimbangkan penerapan teknologi digital dan kolaborasi. Kolaborasi ini akan banyak bermanfaat, jika kolaborasi dilakukan dengan teknologi digital, juga start up," ujar Dody, belum lama ini.
Digitalisasi dapat dilakukan baik di internal perusahaan maupun melalui kerja sama dengan pihak lainnya. Dody mencontohkan kerja sama dengan start up di bidang teknologi dapat membantu perusahaan asuransi menganalisa perilaku seseorang.
"Hal itu dapat digunakan untuk menentukan tarif asuransi, bisa melalui kolaborasi," ujarnya.