Bisnis.com, JAKARTA — Sekitar 80 perusahaan teknologi finansial atau fintech peer-to-peer lending telah terhubung dengan pusat data fintech lending atau Pusdafil. Pemantauan bisnis pinjaman online akan semakin ketat dengan keberadaan pusat data itu.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi menjelaskan bahwa pihaknya terus mengembangkan sistem pengawasan industri fintech peer-to-peer (P2P) lending. Pusdafil menjadi salah satu langkah yang dikembangkan otoritas.
Pusdafil memuat sejumlah informasi dari perusahaan-perusahaan fintech, seperti data agregat aktivitas pinjam meminjam, batas pinjaman, tingkat keberhasilan bayar (TKB) 90, hingga kepatuhan penyebaran penyaluran pinjaman berdasarkan wilayah.
"Saat ini 80-an perusahaan terkoneksi dengan Pusdafil, sejalan dengan proses perizinan untuk 60 perusahaan [yang berstatus] terdaftar," ujar Riswinandi pada Senin (21/6/2021).
Saat ini, terdapat 125 perusahaan fintech P2P lending atau pinjaman online legal, yakni ada dalam pengawasan OJK. Jumlah itu terdiri dari 65 perusahaan dengan status berizin dan 60 dengan status terdaftar.
Artinya, saat ini sekitar 64 persen entitas fintech P2P lending sudah masuk ke dalam sistem Pusdafil. jumlah itu akan bertambah seiring berjalannya proses peningkatan status perusahaan terdaftar menjadi berizin yang terus dilakukan.
Menurut Riswinandi, dengan masuknya perusahaan-perusahaan fintech ke sistem Pusdafil, pengawasan oleh otoritas dapat berjalan lebih cepat. Perusahaan dan otoritas dapat mengantisipasi jika terdapat gejala tertentu dan data yang ada dapat dijadikan rujukan untuk pengembangan bisnis.
Keberadaan Pusdafil dinilai dapat meminimalisir gagalnya pengembalian pinjaman dari peminjam (lender). Hal tersebut karena dalam beberapa kasus, OJK mencatat kegagalan pengembalian dana terjadi karena lender meminjam ke lebih dari dua perusahaan dalam satu periode.
"Per April 2021, TKB90 ada di angka 98,93 persen, ini di level yang masih baik," ujar Riswinandi.