Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa saat ini terdapat sekitar 30 perusahaan yang mengantri untuk memperoleh izin menyelenggarakan bisnis securities crowdfunding (SCF).
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Eksekutif Group Inovasi Keuangan Digital OJK Triyono Gani dalam gelaran Fintech Talk oleh Asosiasi FinTech Indonesia (Aftech), Senin (28/6/2021). Gelaran itu membahas perkembangan bisnis teknologi finansial di era pandemi Covid-19, termasuk pemanfaatan teknologi cloud.
Menurut Triyono, adaptasi teknologi digital menjadi sangat penting selama masa pandemi Covid-19. Hal itu pun memicu banyaknya perusahaan yang mengajukan izin operasional kepada OJK, salah satunya di sektor SCF yang menjalankan penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi.
"Ada 20–30 [perusahaan] yang mengantre di securities crowdfunding, saat ini baru empat perusahaan [SCF yang memperoleh izin OJK]. Belum lagi yang di sandbox di tempat saya [jumlahnya terus bertambah]," ujar Triyono pada Senin (28/6/2021).
Selain SCF, Triyono pun meyakini bahwa banyak perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending yang akan tertarik untuk mengajukan pendaftaran bisnis kepada OJK, jika kesempatan itu sudah dibuka. Hal tersebut menunjukkan besarnya antusiasme pelaku usaha di sektor teknologi finansial.
Triyono menjelaskan bahwa otoritas melakukan seleksi yang cukup ketat dalam memberikan izin atau status terdaftar bagi perusahaan fintech. Salah satu alasannya adalah varian bisnis fintech masih sangat banyak, akan riskan jika semuanya diloloskan seiring adanya batasan kapasitas pengawasan dan regulasi.
"Kalau termasuk [bidang-bidang] yang bukan di bawah OJK, itu lebih banyak sekali. Banyak yang harus kami benahi dulu sebelum menjadi tuan rumah dari banyak fintech," ujarnya.
Meskipun begitu, Triyono menjelaskan bahwa potensi fintech ke depannya masih sangat besar. Oleh karena itu regulasi fintech akan terus dikembangkan, salah satunya melalui sinergi antara OJK selaku regulator dengan pelaku industri.