Bisnis.com, JAKARTA - Brand layanan bayar tunda (BNPL/paylater) Kredivo resmi meneguhkan statusnya sebagai unikorn Indonesia dari sektor teknologi finansial atau fintech.
Seperti diketahui, fintech berstatus unikorn di Indonesia sebelumnya baru ada satu, yaitu OVO (PT Visionet Internasional) dari klaster pembayaran elektronik dan dompet digital.
Unikorn lainnya, bukan termasuk fintech karena tidak lahir dan tumbuh besar lewat lini bisnis utamanya sebagai penyedia layanan jasa keuangan, walaupun di antara mereka tentu memiliki menyediakan layanan finansial di dalam platform-nya, atau berkaitan erat dengan layanan keuangan.
Induk Kredivo, yakni FinAccel Pte Ltd kini tengah berproses menjadi perusahaan terbuka lewat aksi merger dengan perusahaan cangkang atau Special Purpose Acquisition Company (SPAC) besutan perusahaan investasi asal Chicago, Amerika Serikat, Victory Park Capital Advisors LLC (VPC) bernama VPC Impact Acquisition Holdings II (NASDAQ: VPCB).
VPC tampak mulai 'kesengsem' dengan platform yang didirikan oleh Akshay Garg, Umang Rustagi, dan Alie Tan ini sejak bermitra pertama kali pada 2020. Hal ini diakui sendiri Co-CEO dari VPCB dan Partner dari VPC, Gordon Watson.
Tepatnya, ketika mengguyur pendanaan lini kredit US$100 juta pada kisaran Juli 2020. Putaran terbaru, pada kisaran Juni 2021, VPC bahkan melakukan top-up pendanaan lagi dengan jumlah yang sama.
Baca Juga
"Sejak investasi pertama kami pada tahun 2020, kami terus dibuat kagum oleh pertumbuhan cepat dan juga metrik kredit maupun unit economics Kredivo," paparnya.
Dia menambahkan Kredivo telah menghadirkan platform yang mengagumkan dan mampu berekspansi ke pasar-pasar baru.
"Kemampuan dari tim manajemen kelas dunia yang dimiliki Kredivo terbukti tidak hanya mampu mengeksekusi strategi bisnisnya, tetapi juga merevolusi industri fintech di Asia Tenggara," tegasnya dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (5/8/2021).
Terkini, jelang transaksi menjadi perusahaan terbuka, di mana FinAccel akan menjadi perusahaan operasional VPCB yang akan mengakomodasi layanan jasa keuangan digital di Asia Tenggara, VPC dan beberapa partnernya berinvestasi paling tidak US$30 juta ke dalam Private Investment in Public Equity (PIPE) dan berkomitmen untuk memegang saham yang dimilikinya selama dua tahun.
Apa yang membuat VPC begitu tergila-gila dengan platform paylater yang kerap kita lihat di halaman checkout pembayaran ketika belanja online ini? Berikut 5 fakta yang Bisnis kumpulkan:
1. Lisensi Kuat di Indonesia dan Pasar Ekspansi
Berdasarkan keterangan dari VPC yang diterima Bisnis, salah satu keunggulan FinAccel Pte Ltd dan PT FinAccel Teknologi Indonesia berasal dari kekuatan dari sisi lisensi bisnisnya, baik di pasar Indonesia maupun pasar ekspansi.
Buat pasar Indonesia, Kredivo lewat PT FinAccel Finance Indonesia berlisensi perusahaan pembiayaan (multifinance) di bawah naungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang didapatkannya lewat mengakuisisi PT Swarna Niaga Finance. Kredivo kini dipimpin oleh Umang Rustagi.
FinAccel juga memiliki perusahaan berlisensi fintech peer-to-peer (P2P) lending terdaftar di OJK melalui PT FinAccel Digital Indonesia atau KrediFazz yang kini dipimpin Alie Tan.
Adapun, grup FinAccel Pte yang dipimpin Akshay Garg, memiliki aplikasi pengelolaan dan pencatatan keuangan bertajuk Halokas. Selain itu, melalui PT FinAccel Teknologi Indonesia, FinAccel juga tercatat sebagai pemegang saham PT Bank Bisnis International Tbk (BBSI) sebesar 24 persen. Strategi ini disebut sebagai cikal-bakal menghadirkan neobank.
Tak berhenti di sana, Kredivo menjadi partner strategis Samsung Electronics Co. Ltd., untuk membuat Samsung Financing. Ini membuat Kredivo menjadi partner eksklusif perusahaan consumer electronics global terkemuka tersebut dalam mengelola jasa pembiayaannya sebagai yang pertama di Indonesia dan Asia Tenggara.
Adapun, untuk pasar ekspansi, VPC mengungkap bahwa Kredivo telah siap mengembangkan sayapnya ke tiga negara di kawasan Asia Tenggara. Satu via joint venture yang dipercaya meluncur pada kuartal III/2021, dua lainnya sudah mendapatkan lisensi otoritas dan dipercaya meluncur pada kuartal I/2022 dan kuartal II/2022.
2. Transaksi & Pendapatan Moncer
Sebagai perusahaan pure-play BNPL, Kredivo disebut punya pertumbuhan 5 tahunan yang mampu setara bahkan mengalahkan pemain BNPL lain, yaitu sekaliber Klarna, Afterpay, dan Affirm.
Volume transaksi Kredivo disebut telah mencapai US$574 juta pada tutup buku 2020 dan berpotensi mendulang tingkat pertumbuhan kumulatif tahunan (CAGR) hingga 112 persen, sehingga estimasinya menyentuh US$2.172 juta pada 2022.
Sementara revenue Kredivo disebut telah mencapai US$74 juta pada akhir 2020, tumbuh 62 persen (year-on-year/yoy) dari tahun sebelumnya, dan berpotensi mendulang CAGR 128 persen, diperkirakan mencapai US$163 juta pada 2021 dan US$320 juta pada 2022.
Berdasarkan proyeksi VPC, laba sebelum pajak Kredivo secara kuartalan mampu secara konsisten bertumbuh, kendati belum mampu menutup kinerja tahunan di angka positif. Namun, dengan asumsi masuknya strategi dan market baru dengan sumbangan kurang dari 10 persen baru mulai terjadi pada 2022, laba sebelum pajak secara tahunan diproyeksi telah mulai positif sejak 2021 dan terus berlanjut di 2022.
Sementara pada 2025, proyeksi revenue dari berbagai lini bisnis baru FinAccel disebut mampu mendatangkan pendapatan mencapai US$12 miliar.
3. Iklim E-Commerce di Indonesia
Rasanya investor global tak akan sebegitu 'ngiler' hanya dengan melihat kinerja suatu startup. Potensi market Indonesia yang besar, dengan pertumbuhan yang menjanjikan terutama dari sektor e-commerce, tentu menjadi pertimbangan.
Pasalnya, di tengah moncernya industri e-commerce Indonesia yang bertumbuh cepat, dengan CAGR 22 persen per tahun dan potensi Net Merchandise Value (NMV) sebesar US$68 miliar pada 2025, penetrasi kartu kredit di Tanah Air terbilang buruk.
Sejak 2015 sampai 2019, ketika rata-rata negara dengan PDB yang sama seperti Filipina, Vietnam, India, dan Thailand mampu mendorong pertumbuhan kartu kredit 4 sampai 22 persen per tahun, Indonesia justru minus 0,3 persen.
Jumlah kartu kredit dibanding individu yang berhak di Indonesia pun paling rendah dari empat negara tersebut, seiring dengan penetrasi kartu kredit Tanah Air yang hanya di kisaran 3 persen.
Padahal, potensi transaksi pinjaman dari layanan BNPL atau paylater di tengah moncernya transaksi e-commerce Indonesia diperkirakan mampu menyentuh US$11,1 miliar pada 2025. Sementara itu, di tiga negara ekspansi incaran Kredivo, pun potensinya tak kalah besar, mencapai US$13,7 miliar.
4. Siap Jadi Neobank
Kesiapan memasuki industri neobank atau bank digital, seiring kepemilikan FinAccel di Bank Bisnis International alias BBSI sebesar 24 persen juga menjadi highlight VPC.
Berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, revenue Kredivo ketika memasuki bisnis neobank diperkirakan mampu berlipat sampai lima kali.
Hal ini ditopang perluasan bisnis ke layanan yang kini belum bisa disajikan sebagai multifinance. Seperti pinjaman untuk kendaraan bermotor, kredit kepemilikan rumah (KPR), dan investasi.
VP Marketing and Communications Kredivo Indina Andamari pun sempat mengungkap bahwa untuk mewujudkan target melayani 10 juta konsumen dalam beberapa tahun mendatang, pihaknya berupaya memperluas produk pembiayaan seperti pinjaman pendidikan dan kesehatan, dan tak menutup kemungkinan memasuki pasar kredit kendaraan bermotor.
5. Jawara Market Share di Bisnis BNPL
Terakhir, Kredivo dianggap telah menjadi jawara industri layanan paylater di Indonesia, terutama karena memiliki wallet share setidaknya 50 persen di mayoritas merchant e-commerce Indonesia
Kinerja Kredivo berkaitan transaksi di suatu marketplace, dianggap mampu bersaing dengan layanan sejenis lain yang tersedia di pasar Indonesia. Contohnya, dengan sesama paylater sistem open-loop, antara lain Akulaku, Home Credit, Atome, Kredit Pintar, dan Gopay, maupun sistem closed-loop seperti ShopeePayLater, OVO PayLater, dan Traveloka PayLater.
Selain itu, rata-rata konsumen bertransaksi 25 kali setahun dengan menggunakan Kredivo, nilai engagement rate yang jauh lebih tinggi daripada pemain global lainnya. Di mana 90 persen pengguna bulanan merupakan repeat users, dan pembayaran tepat waktu bertahan di 88 persen per Desember 2020.