Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kredit Korporasi Diramal Masih Berat pada Paruh Kedua Tahun Ini

OJK mencatat pertumbuhan kredit secara keseluruhan sudah positif yakni 0,59 persen yoy sampai dengan Juni 2021. Hanya kredit korporasi yang masih minus 2,02 persen yoy.
Petugas teller menata uang rupiah di salah satu cabang Bank Mandiri di Jakarta, Rabu (19/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Petugas teller menata uang rupiah di salah satu cabang Bank Mandiri di Jakarta, Rabu (19/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Kredit korporasi diperkirakan masih akan berat pada semester II tahun ini, terutama karena adanya kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang berlanjut.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan melihat data yang ada, memang ada penurunan dibandingkan dengan pencapaian kredit korporasi pada tahun lalu. Menurutnya, pada semester II/2021 kredit korporasi juga berpotensi terkontraksi.

"Hal ini karena dampak dari pandemi dan adanya pembatasan kegiatan sosial dan ekonomi," ujarnya ketika dihubungi Bisnis pada Rabu (11/08/2021).

Trioksa juga menambahkan saat ini yang perlu diantisipasi adalah utang-utang dari korporasi, di mana jika kinerja keuangan tidak membaik dan masih dalam tekanan maka akan berdampak pada perbayaran utang korporasi.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebutkan pertumbuhan kredit secara keseluruhan sudah positif yakni 0,59 persen yoy sampai dengan Juni 2021. Hanya kredit korporasi yang masih minus 2,02 persen yoy.

Adapun kredit UMKM dan ritel sudah tumbuh masing-masing 2,35 persen dan 1,96 persen yoy. Sedangkan kredit konsumsi tumbuh paling besar yakni 20,31 persen yoy.

Wimboh mengatakan OJK terus memantau korporasi secara rutin setiap bulan. Tercatat ada 200 debitur besar korporasi yang dimonitor. Dari jumlah tersebut, 10 debitur besar menjadi perhatian OJK karena nilai kreditnya sejak Maret-Juni 2021 menyusut 15,5 persen menjadi Rp381,6 triliun.

"Inilah debitur besar yang kami monitor secara individu," terangnya dalam paparan secara virtual pekan lalu.

Wimboh menjelaskan korporasi yang tengah dipantau menggantungkan bisnisnya pada permintaan domestik dan mobilitas masyarakat. Terutama perusahaan di sektor yang terkait dengan pariwisata, perhotelan, restoran, dan maskapai penerbangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper