Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fintech Lending Kebanjiran Lender Institusi, Kenapa?

Fintech P2P lending akan memiliki posisi strategis sebagai tempat institusi keuangan 'mengintip' calon-calon nasabah baru.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani. Bisnis-Arief Hermawan P
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani. Bisnis-Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Industri teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending mulai kebanjiran pendana institusi dan super lender, mulai dari perbankan, jasa keuangan non-bank, sampai badan hukum lain-lain dari dalam maupun luar negeri.

Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengungkap hal ini merupakan gambaran semakin kuatnya peran industri fintech lending sebagai perantara untuk menjangkau nasabah yang masih underbank dan underserved.

Menurutnya, fintech lending pun tidak akan berkompetisi langsung dengan lembaga jasa keuangan (LJK) konvensional, leasing, sampai bank digital dan neobank, karena fintech lending justru menjadi tempat strategis bagi mereka untuk 'mengintip' calon-calon nasabah baru.

"Karena bagaimana pun, fintech P2P itu punya kelebihan menjangkau pasar yang lebih berisiko. LJK konvensional kalau mau ikut terjun ke sana akan sulit, bisa mahal sekali nanti cost-nya dan habis buat CKPN [Cadangan Kerugian Penurunan Nilai]. Paling enak memang bersinergi," ujarnya kepada Bisnis.com, Jumat (13/8/2021).

Sebagai gambaran, sebut saja ada UMKM X yang sehari-hari memproduksi frozen food, menjadi peminjam (borrower) di fintech P2P lending dalam mengakses pinjaman bernilai kecil yang tujuannya untuk membeli bahan-bahan baku.

Lewat sinergi, bank atau leasing bisa turut memantau perkembangan UMKM X sembari menjadi lender institusi. Mereka akan mencoba masuk di saat yang tepat, yaitu ketika UMKM X terlihat mulai membutuhkan pinjaman bernilai besar, seperti menambah gudang atau membeli kendaraan operasional.

Ketua Klaster Produktif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Reynold Wijaya menjelaskan bahwa lender institusi dibutuhkan oleh platform untuk memenuhi kebutuhan permintaan pinjaman yang terus bertumbuh.

Setiap platform memang memiliki preferensi tersendiri terhadap porsi lender retail dan institusi, tapi pada intinya semua platform berupaya melakukan diverifikasi jenis lender.

Oleh sebab itu, pria yang juga Co-Founder & CEO PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku) ini mengungkap bahwa tujuan industri untuk menggandeng sebanyak-banyaknya lender retail pun masih jadi prioritas.

"Jadi, benar kalau platform yang mendapat kepercayaan lender institusi itu bisa dibilang punya kapabilitas dan terpercaya. Tapi ujungnya juga sebenarnya untuk meningkatkan confidence masyarakat, sehingga banyak yang bergabung, mencoba jadi lender, dan para lender yang sudah ada pun semakin nyaman untuk banyak memberikan pendanaan," jelasnya.

Sekadar informasi, berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juni 2021, jumlah lender institusi mengalami kenaikan hampir di semua jenis. Porsi nilai outstanding atau besar sisa pokok pinjaman (di luar bunga, denda, dan penalti) yang mereka pegang pun semakin besar.

Sebagai gambaran, dari total outstanding industri Rp22,89 triliun, lender retail atau perorangan dari dalam negeri porsinya Rp5,27 triliun, sementara lender retail dari luar negeri hanya Rp221,93 miliar. Sisanya, atau sekitar Rp17,4 triliun dari lender institusi.

Sejak awal tahun, jumlah lender institusi perbankan naik dari 78 entitas menjadi 102 entitas, dari bank umum sampai BPD dan BPR. Lender perbankan tercatat menyumbang nilai outstanding Rp2,73 triliun atau naik sekitar 71 persen (year-to-date/ytd) ketimbang awal tahun.

Industri keuangan non-bank juga tak kalah banyak, yaitu naik dari 61 ke 74 entitas, memegang outstanding Rp1,43 triliun dan naik 28 persen (ytd). Lender dari lembaga koperasi pun mencapai 19 entitas, walaupun outstanding yang disumbang hanya Rp284,9 miliar.

Selanjutnya, kategori lender aktif institusi badan hukum lain-lain dalam negeri sebanyak 208 entitas, menyumbang nilai outstanding terbesar ketimbang lainnya, yaitu Rp7,73 triliun.

Sementara itu, institusi dari luar negeri didominasi institusi badan hukum lain-lain luar negeri sebanyak 56 entitas menyumbang Rp4,56 triliun. Sisanya, 11 lender dari IKNB yang mencakup leasing, asuransi, dan modal ventura dari luar negeri, Rp 648 miliar, serta institusi badan hukum lain-lain luar negeri Rp4,56 triliun dari 56 entitas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper