Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) kembali menginformasikan perubahan kepemilikan saham oleh PT Asabri (Persero).
Pada keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat (13/8/2021), manajemen Bank Neo menyebutkan selama Agustus 2021, perusahaan asuransi pelat merah tersebut telah melego saham BBYB sebanyak 6 kali.
Penjualan saham tersebut dilaksanakan pada tanggal 2, 3, 5, 6, 9, dan 10 Agustus 2021. Jumlah dan persentase saham sebelum transaksi adalah sebesar 756,12 juta lembar atau 10,09 persen.
Setelah ditransaksikan, jumlah dan persentase saham Bank Neo yang dimiliki Asabri turun menjadi 320,88 juta saham atau 4,28 persen.
Jika menilik ke belakang, Bank Neo Commerce melantai di BEI pada 13 Januari 2015. Saat itu, perseroan masih bernama PT Bank Yudha Bhakti Tbk. Pada akhir tahun yang sama, Asabri tercatat mengenggam saham BBYB sebesar 21,89 persen.
Dikutip dari laporan tahunan BBYB, jumlah tersebut naik menjadi 35,22 persen setahun setelahnya. Namun, mulai 2017 hingga kini, porsi saham yang dimiliki Asabri terus menurun. Dimulai sebesar 34,12 persen pada 2017, lalu 23,89 persen pada 2018, 20,13 persen pada 2019, dan 18,62 pada akhir tahun lalu.
Selain Asabri, dalam keterbukaan yang sama, manajemen Bank Neo juga melaporkan penurunan kepemilikan saham BBYB oleh PT Gozco Capital. Pada 10 Agustus 2021, Gozco Capital menjual 40 juta saham BBYB yang berakibat porsi saham yang digenggam turun dari 18,94 persen menjadi 18,41 persen.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Asabri menyatakan sudah tidak aktif melakukan transaksi saham sejak bergulirnya penyidikan kasus dugaan korupsi di tubuh perseroan. Direksi menyatakan saham-saham yang ada terus dicermati pergerakannya dan akan dijual begitu nilainya melebihi harga perolehan.
Direktur Utama Asabri Wahyu Suparyono menjelaskan bahwa secara kumulatif, terjadi penurunan nilai wajar investasi hingga Rp19,4 triliun dalam saham-saham Asabri per 31 Desember 2019.
Dia menyatakan penurunan itu akibat adanya portofolio saham dan reksa dana di perusahaan-perusahaan afiliasi atau milik Benny Tjokro dan Heru Hidayat. Berdasarkan dokumen Asabri yang diperoleh Bisnis, terdapat 17 saham dan tiga reksa dana yang dimiliki Asabri per 31 Desember 2019.
Portofolio yang ada mencatatkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata harga perolehannya. Buruknya portofolio itu, disertai berjalannya penyelidikan kasus dugaan korupsi di tubuh perseroan, membuat Asabri tidak lagi aktif melakukan transaksi atau investasi saham.
Perseroan hanya menggenggam portofolio yang ada sembari menunggu kinerjanya pulih. "Semenjak kasus [dugaan korupsi], sementara kami tidak berinvestasi saham. Kami hanya aktif berinvestasi di instrumen low risk, seperti surat berharga negara [SBN]," ujar Wahyu dalam rapat dengar pendapat Komisi VI DPR, Rabu (9/6/2021).
Karyawan melayani nasabah di salah satu kantor cabang milik PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) di Jakarta, Kamis (10/10). Bisnis/Dedi Gunawan
Dia menyatakan bahwa kebijakan investasi di instrumen berisiko rendah itu untuk mencegah terjadinya kerugian lebih besar dan mengoptimalkan pendapatan. Adapun, portofolio saham yang ada akan dijual begitu kinerjanya melebihi harga perolehan.
Asabri juga perlu melakukan penyesuaian portofolio investasi seiring dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 52/2021 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Beleid itu mengatur pengelolaan dana pensiun di Asabri dan PT Taspen (Persero).
Dalam kesempatan terpisah, Wahyu menjelaskan bahwa PMK 52/2021 merupakan pengganti dari aturan sebelumnya, yakni PMK 147/2018 yang juga merupakan perubahan atas PMK 174/2017. Menurutnya, perubahan-perubahan itu merupakan upaya menjaga pengelolaan dana akumulasi iuran pensiun (AIP) agar lebih pruden dan aman.
"Perlu dilakukan penyesuaian terkait batasan dan kriteria tersebut agar portofolio Asabri saat ini sesuai dengan ketentuan [PMK 52/2021]," ujar Wahyu kepada Bisnis, Kamis (17/2/2021).
Dia menyatakan bahwa saat ini Asabri sudah memiliki kebijakan investasi yang lebih ketat dari ketentuan PMK 147/2018, sebagai strategi menjaga portofolio yang pruden, sehat, dan likuid dengan tetap memperhatikan imbal hasil yang memadai. Kebijakan itu pun akan diperbaharui sesuai ketentuan PMK 52/2021.
Adapun, pada perdagangan Jumat (13/8/2021), BBYB ditutup pada harga 1.640 atau menguat 1,86 persen dari harga sebelumnya. Jika dibandingkan dengan harga IPO yang berada di angka Rp115 per saham, BBYB telah naik berkali-kali lipat.
RTI mencatat dalam 5 tahun terakhir, kinerja saham BBYB telah meroket 825,13 persen. Sementara, sepanjang periode tahun berjalan, saham Bank Neo menguat 449,93 persen.
Kenaikan harga saham BBYB tidak terlepas dari langkah PT Akulaku Silvrr Indonesia untuk mengukuhkan posisi sebagai pemegang saham pengendali dan proses transformasi perseroan menjadi bank digital.
Dalam ringkasan rancangan pengambilalihan Bank Neo Commerce oleh Akulaku yang dirilis pada Rabu (28/7/2021), disebutkan bahwa dokumen pengambilalihan saham BBYB telah disampaikan ke OJK.
Dokumen tersebut sudah mendapat persetujuan dari OJK berdasarkan Surat Nomor SR-16/PB.1/2021 yang dikeluarkan pada 26 Juli 2021. Pengumuman ringkasan rancangan pengambilalihan ini sehubungan dengan kepemilikan Akulaku atas 1.664.157.909 saham BBYB atau sekitar 24,98 persen dari jumlah modal saham yang ditempatkan dan disetor di BBYB sebagai akibat dari pelaksanaan penawaran umum terbatas III (PUT III).
Akulaku kini menjadi pemegang saham terbesar BBYB. Pelaksanaan pengambilalihan dan perubahan pemegang saham pengendali BBYB diperkirakan dapat dilakukan pada Oktober 2021.