Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa dampak dari kebiajakan penarikan stimulus moneter oleh the Fed, bank sentral di Amerika Serikat (AS) tidak akan sebesar taper tantrum pada 2013.
Perry mengatakan, BI telah melakukan antisipasi sejak Februari 2021 dengan kebijakan triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
“Tapering the Fed dampaknya terhadap global maupun emerging market, Indonesia khususnya Insyallah tidak akan sebesar taper tantrum di 2013,’ katanya dalam konferensi pers, Kamis (19/8/2021).
Perry menjelaskan, ada tiga alasan yang mendasar perkiraan tersebut. Pertama, komunikasi the Fed yang cukup jelas, baik dari kerangka kerja kebijakannya, perkiraan ekonomi khususnya inflasi dan tingkat pengangguran, hingga rencana kebijakan tapering.
“Dengan demikian, pasar semakin memahami pola kerja kerangka kerja the Fed,” jelasnya.
Alasan kedua, yaitu BI memiliki instrumen kebijakan yang cukup melalui kebijakan triple intervention dalam menjaga stabilitas rupiah, serta koordinasi tetap dilakukan dengan Kemneterian Keuangan sehingga imbal hasil surat berharga negara (SBN) akan dikelola tetap menarik bagi investor asing.
Baca Juga
Ketiga, Perry menilai cadangan devisa Indonesia yang tercatat mencapai US$137,3 miliar memadai untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menahan efek tapering oleh the Fed.
Perry menyampaikan, US Treasury pada awal tahun sempat meningkat ke level 1,8 hingga 1,9 persen. Namun, dengan kebijakan triple intervention, pelemahan rupiah dapat dijaga sehigga tidak meningkat terlalu tinggi.
Sejalan dengan itu, imbal hasil SBN tenor 10 tahun juga sempat meningkat hingga 6,7 persen. Namun, aliran modal asing kembali masuk ke pasar keuangan domestik dan yield SBN kembali turun ke level 6,3 persen, dan saat ini tetap stabil di lebel 6,4 persen.