Bisnis.com, JAKARTA--Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L. Tobing menekankan bahwa pinjaman online (pinjol) tidak semuanya mendatangkan mudarat, terutama untuk pinjol yang legal atau berizin.
Satgas Waspada Investasi mencatat hingga saat ini, terdapat 116 perusahaan peer-to-peer (P2P) lending yang terdaftar dan berizin di OJK dengan jumlah pemberi pinjaman (lender) mencapai 709.690 lender dan 66,7 juta penerima pinjaman. Total penyaluran pinjaman secara kumulatif tercatat mencapai Rp236,47 triliun.
"Ini jumlah yang sangat besar. Jadi kalau ada yang bilang pinjol itu mudaratnya banyak, fakta mengatakan tidak. Sebanyak 66,7 juta yang menikmati pinjaman itu dalam rangka pengembangan UMKM dan memenuhi kebutuhan dana yang tidak diperoleh masyarakat dari sektor keuangan formal," ujar Tongam dalam sebuah diskusi secara virtual, Jumat (3/9/2021).
Dia menuturkan keberadaan pinjol sebenarnya memiliki tujuan yang mulia, yakni menjembatani pendanaan masyarakat yang tidak bisa dilayani sektor keuangan formal, seperti bank, lembaga pembiayaan, dan pergadaian. Namun sayangnya, masih banyak beredar pinjol ilegal yang meresahkan dan merugikan masyarakat.
Sampai dengan Juli 2021, Satgas Waspada Investasi telah menghentikan 3.365 entitas pinjol ilegal. Dalam melakukan penawaran pinjaman, pelaku pinjol ilegal memberlakukan suku bunga tinggi, fee besar, denda tidak terbatas, hingga melakukan teror dan intimidasi. Umumnya, syarat pemberian pinjaman yang diberikan pinjol ilegal juga sangat mudah, yakni hanya dengan fotokopi KTP dan foto diri.
"Yang paling mengerikan mereka selalu meminta masyarakat peminjam untuk mengizinkan akses ke semua data dan kontak HP. Ini malapetakanya di sini. Oleh karena itu, masyarakat harus hati-hati, jangan sekali-sekali memberikan izin ini," katanya.
Ia tak menampik adanya potensi fraud yang dilakukan oleh pinjol legal. Namun, setidaknya mereka berada di bawah pengawasan OJK dan memiliki peringatan kode etik dari asosiasi, serta ada pemberlakuan sanksi bila melakukan pelanggaran.
Sedangkan pinjol ilegal tidak memiliki pengawasan dan sulit ditindak. Tongam menuturkan pihaknya dan Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan patroli siber dan melakukan pemblokiran aplikasi secara masif terhadap pinjol ilegal, tetapi hingga saat ini masih marak.
Menurutnya, maraknya pinjol ilegal ini juga disebabkan adanya permasalahan di sisi hulu atau masyarakat, yakni rendahnya tingkat literasi masyarakat dan adanya kebutuhan mendesak karena kesulitan keuangan.
Tongam juga mengingatkan masyarakat untuk memahami semua persyaratan dan perjanjian yang disepakati ketika melakukan pinjaman melalui P2P lending. Dia berujar bahwa P2P lending ini bertindak seperti marketplace yang menjembatani negosiasi antara penerima dan pemberi pinjaman. Ketentuan bunga dan jangka waktu pinjaman bisa dinegosiasikan dengan lender.
"Terkait pengaduan tingginya bunga di pinjol legal itu harus disadari di perjanjian awal karena ini hubungan perdata. Ini tidak akan terjadi, kalau masyarakat kita aware. Kalau ilegal begini [bunga tinggi] ini pemerasan," imbuhnya.