Bisnis.com, JAKARTA - Pergeseran perilaku konsumen dalam mengakses layanan digital mengharuskan perubahan dalam lanskap bisnis bank. Dengan demikian, digitalisasi di sektor ini diyakini akan membuat bank menjadi lebih efisien.
Sejumlah nasabah saat ini tidak perlu lagi membawa dompet, kartu ATM, atau buku tabungan untuk menikmati layanan perbankan. Cukup dengan membawa gawai serta memastikan adanya koneksi internet, produk perbankan bisa diakses dalam genggaman.
Alhasil, masyarakat pun semakin jarang ke kantor cabang. Nasabah menjadi lebih menghemat waktu dan tidak terpaku pada jam buka kantor cabang. Pergeseran inilah yang membuat lanskap bisnis bank diproyeksikan bermuara menuju digital banking.
Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir 2019 juga menyebutkan jumlah kantor bank umum tercatat 31.127 unit. Namun, sampai dengan Juni tahun ini, jumlah itu susut menjadi 29.661 unit atau berkurang 1.446 unit.
Layanan digital banking adalah keniscayaan dalam inovasi perbankan. Kehadirannya membuat industri keuangan mempercepat layanan secara menyeluruh dan terintegrasi.
Selain itu, kehadiran bank digital ini membuat verifikasi nasabah atau calon debitur dapat dilakukan lewat video call. Bunga kredit dan bunga deposito juga dibuat kompetitif karena rasio antara total beban operasional dan total pendapatan operasional (BOPO) dapat ditekan.
Baca Juga
Dalam aturan terbarunya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang tidak mendikotomi antara bank umum dengan bank digital. Hanya ada dua jenis bank yang berlaku saat ini, yakni bank umum dan bank perkreditan rakyat.
Namun, bagi OJK, kehadiran bank digital sangat diharapkan membuat ekonomi digital nasional tumbuh dan dapat menjadi yang terbesar di kawasan Asia Tenggara pada 2025.
Secara global, bank digital telah membuktikan kapabilitasnya lewat pertumbuhan pesat dari bisnis layanan kartu kredit dan kartu pembayaran, serta layanan finansial teknologi. Dalam satu dekade terakhir, bank digital bahkan mampu menyaingi kinerja bank konvensional.
Hal inilah yang dibidik oleh COO Digital Business PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) Teddy Tee. Dia mengatakan MotionBanking akan fokus menyalurkan kredit dengan menggandeng sejumlah pemain finansial teknologi atau fintek.
Teddy meyakini para pemain fintek lebih memahami realitas dan kebutuhan di lapangan, terutama pendekatan terhadap nasabah yang sulit ditembus bank konvensional. Dengan demikian, ini akan menjadi peluang bagi MotionBanking untuk memasukan pendanaannya.
Kolaborasi memang menjadi kunci dalam pertumbuhan bank digital pada masa depan. Nugraha Sentosa, CEO PT Anabatic Digital Raya menyatakan bank dengan platform yang bisa berkolaborasi dan berinteraksi dengan e-commerce atau perusahaan fintek akan menang.
Senada dengan hal tersebut, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), Jahja Setiaatmadja, juga menuturkan bank perlu berkolaborasi untuk memenangkan persaingan di era digitalisasi agar nasabah lebih loyal dalam bertransaksi.
“Partner yang mereka gandeng menentukan sekali ke depannya untuk perkembangan digital bank,” kata Jahja dalam webinar Bisnis Indonesia Banking Outlook 2021, pekan lalu.
Saat ini, setidaknya ada 11 bank digital di Indonesia yang sebagian besar menjalin kolaborasi dengan pihak lain guna memperluas ekosistem. Kerja sama ini mencakup perusahaan fintek, seperti dompet digital atau peer-to-peer (P2P) lending.
Perluasan ekosistem dilakukan baik melalui kemitraan strategis maupun akuisisi. Lewat strategi ini, bank digital akan mendapatkan basis data secara luas, yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis, seperti penyaluran kredit dan layanan lainnya.
Ekonom senior Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Aviliani menjelaskan kehadiran ekosistem yang kuat memiliki sejumlah pengaruh terhadap keberhasilan bisnis bank digital.
Pertama, membantu bank dan mitra meraih skala ekonomi tertentu. Kedua, kolaborasi dengan pihak lain membuat bank bisa mengetahui rekam jejak transaksi dan kapasitas nasabah.
Ketiga, jika ekosistem berada di luar grup perusahaan, maka komitmen dari ekosistem tersebut kemungkinan tidak jangka panjang. Keempat, customer experience untuk mendorong inovasi baru di bank terkait.
Di tengah perluasan ekosistem tersebut, perlindungan terhadap nasabah dan perbankan menjadi penting. Perkembangan teknologi dan digitalisasi juga berpotensi membuat persoalan antara nasabah dengan bank semakin tidak terelakkan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menuturkan bahwa dalam transformasi digital di industri perbankan, pihaknya akan memberikan panduan kepada bankir supaya data nasabah dapat dikelola dengan baik.
“Paling lambat dalam 2 bulan, kami akan memberikan panduan dan bagaimana kita mengaturnya, sehingga nasabah merasa secure melakukan transaksi yang aman dan dengan tata kelola yang baik,” pungkasnya.
Terlepas dari peluang yang ditawarkan dalam proses digitalisasi perbankan, dipastikan ada sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan. Direktur Utama Maybank Indonesia, Taswin Zakaria, mengungkapkan setidaknya ada dua tantangan dalam peralihan tersebut.
Tantangan pertama adalah bank mesti jeli memilih teknologi yang tepat untuk diterapkan. Dia menyebutkan bahwa pemilihan teknologi menjadi penting dalam membaca perkembangan serta kebiasaan baru dari para nasabah saat ini.
Tantangan kedua sumber daya manusia. Menurutnya, untuk dapat bersaing secara global, kesiapan SDM industri perbankan nasional perlu diperhatikan sejalan dengan perkembangan teknologi. “Karena teknologi ini sarat dengan kemampuan manusianya,” ujar Taswin.
Sementara itu, Christian Hartono Tanu, Technology Solution Head Cloud Platform Oracle Indonesia, mengatakan bahwa transformasi digital banking sangat berperan dalam proses transformasi agar bank bisa memberikan pelayanan inovatif, mudah dan aman.
Menurutnya, peralihan menuju digitalisasi perbankan menghadirkan dua sisi laiknya koin. Di satu sisi memberikan kemudahan bertransaksi, sementara sisi lainnya memberikan dampak hebat pada pertumbuhan teknologi di Tanah Air.
Dengan demikian, teknologi dan kesiapan suatu bank perlu berjalan seimbang agar infrastruktur bisa melayani pembayaran secara digital. Pemilihan teknologi yang tepat akan menjadi kunci perubahan di dalam lanskap bisnis bank supaya lebih efisien.