Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memproyeksikan kontribusi pendanaan dari sektor perbankan kepada fintech akan makin meningkat.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengatakan bahwa berdasarkan survei internal pada 2020, kontribusi pendanaan yang bersumber dari perbankan mencapai 28 persen. Dia yakin kontribusi tersebut akan semakin meningkat seiring dengan hadirnya bank digital.
"Dengan hadirnya bank digital, perbankan semakin aktif berkolaborasi dengan fintech karena buat mereka kerja sama dengan fintech itu lebih mudah. Bank digital ini DNA-nya kolaborasi dengan sesama platform digital, jadi mudah sekali terhubung atau terintegrasi bank digital dengan fintech," ujar Kuseryansyah kepada Bisnis, Minggu (12/9/2021).
Di sisi lain, meningkatnya pendanaan dari perbankan juga akan didorong oleh semakin banyaknya fintech yang sudah berstatus berizin. Saat ini, fintech yang berstatus berizin sudah lebih banyak dibandingkan yang masih berstatus terdaftar.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai dengan 25 Agustus 2021, total jumlah penyelenggara fintech peer-to-peer lending atau fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK adalah sebanyak 116 penyelenggara. Dari jumlah tersebut, sebanyak 77 penyelenggara fintech lending statusnya telah berizin.
Kuseryansyah memperkirakan selambatnya bulan depan semua fintech yang terdaftar akan meningkatkan statusnya menjadi berizin.
Baca Juga
"Tentu dengan berizinnya fintech ini menambah confident level bank untuk kerja sama. Jadi tidak ada alasan karena di peraturan perbankan dipersyaratkan untuk kerja sama dengan fintech berizin," katanya.
Semakin meningkatnya kerja sama pendanaan dari perbankan tentunya akan memberikan dampak positif bagi fintech lending. Menurut Kuseryansyah, fintech akan menjadi lebih stabil dan meningkat kredibilitasnya dengan memiliki kerja sama dengan institusional lender, seperti perbankan.
Di sisi lain, cost-of-fund dari perbankan yang lebih murah tentunya akan dirasakan manfaatnya oleh peminjam (borrower), kata Kuseryansyah. Layanan fintech juga akan semakin kompetitif ke depan dan makin banyak dimanfaatkan oleh sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dia menambahkan bahwa semakin gencarnya kolaborasi fintech dengan perbankan juga telah menepis anggapan bahwa fintech akan mendisrupsi perbankan. Semakin kuatnya kolaborasi ini akan menambah kekuatan fintech melayani segmen masyarakat unbankable atau yang tidak bisa mengakses layanan sektor keuangan formal.
"Nyatanya sekarang yang terjadi kolaborasi antara fintech dengan perbankan yang semakin kuat ke depan karena di Indonesia kredit gap sangat tinggi. Ada Rp1.650 triliun yang belum diisi oleh semua lembaga keuangan dan fintech memang hadir untuk memfasilitasi segmen unbankable," katanya.