Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asuransi Digital Jadi Tren, OJK Harap Platform Daftar ke Regulatory Sandbox

OJK memahami dari sisi proses dan pelayanan, perusahaan asuransi tentunya wajib menuju digitalisasi untuk mencapai efisiensi dan mampu bersaing. Namun, patut diperhatikan bahwa potensi dispute dari industri utamanya berasal dari sisi pemasaran.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempertimbangkan penataan lebih lanjut bagi platform digital yang menyediakan akses terhadap penjualan produk asuransi

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Riswinandi menjelaskan bahwa digitalisasi merupakan keniscayaan, dan terkhusus industri asuransi, aturan main masih terus menyesuaikan terhadap kondisi terkini. 

"Bukan berarti lambat terhadap perubahan, namun bagaimana perubahan ini bisa efektif tanpa meninggalkan permasalahan," ujarnya dalam diskusi virtual, Kamis (23/9/2021). 

Pasalnya, OJK memahami dari sisi proses dan pelayanan, perusahaan asuransi tentunya wajib menuju digitalisasi untuk mencapai efisiensi dan mampu bersaing. Namun, patut diperhatikan bahwa potensi dispute dari industri utamanya berasal dari sisi pemasaran. 

Sebagai gambaran, inilah alasan kenapa OJK hanya memberikan izin terbatas kepada beberapa perusahaan asuransi jiwa yang layak memasarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI/unit-linked). 

Selain itu, ada pula Surat Edaran OJK tentang saluran distribusi untuk kerja sama perusahaan asuransi dengan badan usaha selain bank, yang punya hubungan juga dengan unsur kerja sama dengan platform digital. 

"Karena yang ketemu saja bisa kejadian dispute, apalagi digital yang tidak ada tatap muka karena full teknologi. Maka untuk tahap awal ini baiknya yang dijual secara digital hanya produk proteksi sederhana yang mudah dipahami," tambahnya. 

Ke depan, memitigasi potensi dispute di dalam pemasaran asuransi secara digital, terutama berkaitan proses bisnis, transaksi premi, dan penanganan klaim, OJK berencana memperketat platform terkait untuk masuk ke menjadi bagian penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) atau mendaftar ke regulatory sandbox. 

Terutama agar platform yang aktif ikut menjajakan produk asuransi memiliki badan hukum yang jelas dan juga diawasi OJK, sehingga keamanan pengguna (user) platform tersebut terjamin ketika berniat membeli produk asuransi. 

"Kita sedang mereview, karena beberapa platform harusnya masuk ke grup inovasi keuangan digital OJK. Mereka akan masuk sandbox, dipelajari model bisnisnya bagaimana. Kalau yang memang aktif, agar diantisipasi, kita ingin badan usahanya jelas dan diawasi OJK," ungkap Riswinandi. 

Sebagai gambaran, dalam klaster IKD OJK, setidaknya ada 4 jenis platform yang bisa ikut menjajakan produk asuransi, yaitu aggregator, insurtech, dan insurance hub atau marketplace, serta Insurance Broker Marketplace. 

Klaster aggregator merupakan platform yang membantu nasabah untuk mendapatkan informasi dan memperbandingkan produk dan layanan jasa keuangan secara digital. 

Insurance Hub seperti PasarPolis, merupakan penyelenggara infrastruktur di bidang perasuransian, yang dapat membantu distribusi dan pengajuan klaim asuransi.

Sementara Insurtech seperti Qoala dan YukTakaful, merupakan platform yang bekerja sama dengan pialang dan/atau perusahaan asuransi untuk memberikan layanan informasi, pembelian produk asuransi, dan layanan pengajuan klaim asuransi oleh nasabah/masyarakat secara online dan mempercepat proses klaim.

"Platform yang aktif seperti ini paling tidak punya izin pialang digital. Supaya apabila terjadi dispute di belakang hari, langkah penanganan sudah jelas. Kalau dia aggregator atau marketplace, kita lihat teknologinya. Mereka menjadi penghubung, tapi begitu ada minat dan pengguna klik, komunikasinya harus connect ke perusahaan asuransi, pembayaran premi pun langsung ke perusahaan, tidak lewat platform sebagai intermediary lagi," jelasnya. 

Tatang Nurhidayat, Ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI) mendukung upaya pembenahan dari sisi pemasaran asuransi secara digital, terutama mempersiapkan industri mulai menjajakan produk yang lebih kompleks secara digital. 

Hanya saja, Tatang mengingatkan agar maraknya kerja sama perusahaan asuransi dengan beragam platform digital, harus diimbangi pula dengan pemutakhiran teknologi yang mumpuni secara internal.

Sehingga harapannya perusahaan bukan hanya mudah memasarkan produk saja, namun juga memberikan manfaat lebih kepada pemegang polis dari sisi kemudahan mendapatkan beragam benefit dan mempercepat proses klaim. 

"Produk simpel banyak tergarap oleh bantuan teman-teman Insurtech, karena selama ini market memang kurang tergarap tanpa bantuan digital. Saya lihat sudah baik, bahkan, sekarang sudah masuk ke produk-produk medium, walaupun belum bisa sekompleks unit-link," jelasnya. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Azizah Nur Alfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper