Bisnis.com, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pengujian materiil Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Kedua pasal tersebut mengatur mengenai pengalihan layanan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen (Persero) kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam putusan atas perkara Nomor 72/PUU-XVII/2019, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kedua pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam pembacaan putusan yang disiarkan channel YouTube MK, dikutip Jumat (1/1/2021).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK berpendapat pada saat pembentuk undang-undang mengalihkan persero dengan cara menggabungkannya dengan persero lain yang berbeda karakter, hal demikian potensial merugikan hak-hak peserta program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun yang telah dilakukan oleh persero sebelum dialihkan.
Kerugian atau potensi kerugian dimaksud disebabkan karena ketika dilakukan penggabungan, akan sangat mungkin terjadi penyeragaman standar layanan dan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi semua peserta.
Penyeragaman dimaksud akan menempatkan semua peserta dalam posisi yang sama padahal masing-masing mereka berangkat dari pekerjaan dengan karakter dan risiko kerja yang berbeda-beda
Baca Juga
MK menyebut bahwa program jaminan hari tua dan pembayaran pensiun merupakan akumulasi dari iuran ASN selama masa kerjanya ditambah dengan iuran pemerintah, yang dinikmati pada masa pensiun setelah sekian lama mengabdi sebagai PNS.
Selama ini, dalam pembayaran pensiun dan jaminan hari tua PNS diselenggarakan secara segmented oleh PT Taspen (Persero). Pelayanan secara segmented dilakukan karena PNS memiliki karakteristik yang berbeda cukup mendasar.
Hakim MK Saldi Isra menyatakan meski BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sama-sama memungut iuran kepada pesertanya untuk pendanaan yang akan dinikmati oleh pesertanya, tetapi tidaklah bisa dipandang sebagai konsep yang sama dengan iuran PNS.
Untuk itulah, menurut Mahkamah, menjadi tidak adil jika pensiunan PNS yang selalu mengiur tiap bulan dengan harapan dapat menikmati tabungan yang sudah dikumpulkannya pada masa tuanya nanti harus berbagi kepada orang lain atas nama kegotongroyongan.
"Meskipun Mahkamah sangat mendukung prinsip kegotongroyongan dalam mencapai kesejahteraan masyarakat, namun dalam konteks program jaminan hari tua dan pembayaran pensiun, tidak tepat bilamana prinsip kegotongroyongan yang dilakukan dengan cara membagi tabungan yang telah dipersiapkan PNS untuk masa tuanya," tuturnya.
MK menilai desain transformasi PT Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan mengandung ketidakpastian, baik karena tidak konsistennya pilihan desain kelembagaan yang diambil ataupun karena tidak adanya kepastian terkait nasib peserta yang ada di dalamnya, khususnya skema yang seharusnya mencerminkan adanya jaminan dan potensi terkuranginya nilai manfaat bagi para pesertanya.
Sebelumnya, UU Nomor 24 Tahun 2011 digugat oleh 18 pensiunan pejabat negara dan pensiunan PNS, serta PNS aktif. Para pemohon menilai pengaturan pengalihan program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun dari Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan merugikan hak konstitusional pemohon.
Menurut para pemohon, pengalihan tersebut akan sangat merugikan mereka karena keuntungan yang seharusnya diperoleh para pemohon dari program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun dari Taspen akan menjadi hilang atau terkurangi secara ekstrim jika pengelolaannya dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun, berdasarkan Pasal 65 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2011, pengalihan tersebut paling lambat dilakukan pada 2029.