Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaku usaha di Asia Tenggara 'Makin Cinta' dengan Pembayaran Digital

Pembayaran digital telah dipakai oleh 9 dari 10 pelaku usaha dagang atau merchant di seantero Asean, dan 72 persen di antaranya mengaku akan meningkatkan penggunaannya dalam 1-2 tahun ke depan.
Ilustrasi pembayaran menggunakan QR Code dengan ponsel pintar/Flickr
Ilustrasi pembayaran menggunakan QR Code dengan ponsel pintar/Flickr

Bisnis.com, JAKARTA - Riset e-Conomy SEA 2021 oleh Google, Temasek, dan Bain, menggambarkan bahwa pembayaran digital menjadi inovasi teknologi di bidang teknologi finansial (tekfin/fintech) yang paling dicintai dan dibutuhkan oleh para pelaku usaha di Asia Tenggara (Asean). 

Berdasarkan survei yang dilakukan kepada sekitar 3.000 pelaku usaha dagang atau merchant B2C di 6 negara Asean yang telah melakukan transformasi digital ini, tercatat 9 dari 10 merchant telah menerima pembayaran digital. 
 
Hal ini tampak beriringan dengan proyeksi merchant terhadap kelangsungan bisnisnya secara digital, di mana 82 persen dari total responden percaya separuh dari total salesnya akan disumbang dari kanal digital dalam 5 tahun mendatang. 
 
Sama halnya dari sisi pengadaan, 'kulakan', atau transaksi supply chain, sebanyak 84 persen dari responden bahkan percaya lebih dari separuh transaksi terkait hal ini akan disumbang dari kanal online. 
 
Hal ini juga seiring dengan pertumbuhan signifikan volume transaksi kotor (GTV) di seluruh transaksi layanan terkait fintech. Terkhusus digital payment, riset memproyeksi GTV se-Asean mampu tumbuh sebesar 9 persen (year-on-year/yoy) ke US$707 miliar pada 2021, dan akan menembus US$1,16 triliun pada 2025. 
 
Adapun, proyeksi untuk layanan fintech lain pada 2021, pinjaman (lending) digital juga diproyeksi tumbuh 48 persen (yoy) ke US$39 miliar, remitansi digital tumbuh 17 persen (yoy) ke US$17 miliar, premi asuransi online tumbuh 40 persen (yoy) ke US$3,2 miliar, terakhir aset kelolaan (AUM) investasi online tumbuh 35 persen ke US$33 miliar. 
 
Bicara soal digital payment, pemain dompet digital (e-wallet) yang kontribusinya erat dengan adopsi digital payment masyarakat akar rumput pun terbilang moncer. Setelah memcatatkan kontribusi dari total GTV hanya 1 persen pada 2019 dan 3 persen pada 2020, pada 2021 ini diproyeksi meningkat ke 4 persen dan pada 2025 menembus 7 persen. 
 
Gambaran kontribusi metode pembayaran lain dari total share GTV pada 2025, yaitu 47 persen masih didominasi transaksi tunai, 24 persen dari kartu kredit dan debit, sementara 22 persen dari penyedia layanan akun ke akun (A2A). 
 
Sementara itu, apabila dilihat dari pertumbuhan transaksi dompet digital setiap negara Asean pada 2021, kawasan Indonesia tercatat tumbuh 9 kali lipat dibandingkan 2017. Peningkatan paling signifikan ditopang pengguna e-wallet di Malaysia dengan pertumbuhan mencapai 16 kali, kemudian Filipina 12 kali, Vietnam 10 kali, dan Singapura dan Thailand masing-masing 3 kali. 
 
Kembali ke pendapat para merchant soal rencana peningkatan transaksi digital. Sebanyak 72 persen pengguna digital payment mengaku akan meningkatkan penggunaannya dalam 1-2 tahun ke depan, sementara 20 persen masih akan tetap menggunakan fitur-fitur yang sama. 
 
Adapun, untuk pengguna layanan finansial lain yang mengaku berminat meningkatkan penggunaannya, disumbang 46 persen pengguna jasa remitansi digital, 41 persen pengguna jasa asuransi online, dan 39 persen pengguna digital lending. 
 
Terkhusus merchant di Indonesia yang akan meningkatkan penggunaan fitur-fitur fintech dalam 1-2 tahun ke depan pun gambarannya mirip. Porsi merchant yang 'makin cinta' kepada digital payment mencapai 77 persen, transfer dana digital 71 persen, asuransi digital 47 persen, sementara pinjaman digital 37 persen dari total pengguna. 
 
Terkhusus digital lending, hal tersebut ternyata turut didorong oleh hasil survei, di mana 6 dari 10 merchant di Asean makin terbuka soal pembiayaan supply chain dan consumer financing via digital. 
 
Sebanyak 38 persen merchant yang pernah mengajukan pembiayaan supply chain dengan produk seperti invoice financing, berminat meningkatkan penggunaan dalam 1-2 tahun ke depan. Begitu pula dengan 39 persen pengguna consumer financing dengan produk seperti bayar tunda (BNPB/paylater), dan 29 persen nasabah bank digital mengaku berminat mengajukan pinjaman lebih banyak. 
 
Berdasarkan proyeksi Google, Temasek, dan Bain, total outstanding digital lending se-Asean pada 2021 bakal mencapai US$39 miliar dengan porsi pinjaman produktif UKM sebesar US$6 miliar dan consumer lending US$33 miliar. Adapun pada 2025, nilainya bakal melonjak ke US$116 miliar dengan porsi pinjaman UKM sebesar US$24 miliar dan consumer US$92 miliar.
 
Sekadar informasi, ekonomi digital di Indonesia diproyeksi menembus US$70 miliar sepanjang 2021, tumbuh 49 persen (yoy) ketimbang tahun lalu. Porsi e-commerce bakal menyumbang US$53 miliar, disusul ride-hailing (US$6,9 miliar), media dan hiburan (US$6,4 miliar), dan travel (US$3,4 miliar). 
 
Sementara pada 2025, total GMV tersebut dipercaya akan menembus US$146 miliar atau tumbuh 20 persen (yoy) dengan sumbangan transaksi dari e-commerce menembus US$104 miliar. 
 
Riset ini pun menggambarkan bahwa layanan finansial digital di Indonesia bakal terus moncer, karena akan semakin banyak merchant dan seller yang go digital dan bergabung ke e-commerce, dengan proyeksi pertumbuhan paling pesat di Asean, yaitu tumbuh 18 kali pada 2021 ketimbang 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper