Bisnis.com, MEDAN - PT Bank Sumut bertekad bertransformasi jadi perusahaan terbuka dengan melakukan Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum saham perdana di pasar modal pada tahun ini.
Sebelumnya, direksi Bank Sumut sempat menargetkan IPO pada Juni 2022. Lalu bagaimana persiapannya sejauh ini?
Menurut Direktur Utama Bank Sumut Rahmat Fadilah Pohan, mereka sedang dalam proses bidding untuk underwriter, financial advisor dan konsultan hukum. Sejauh ini, kata Rahmat, persiapan jelang IPO sudah sesuai jalur.
"Alhamdulillah persiapannya on progres, yang mana saat ini sedang proses bidding untuk pengadaan underwriter, kemudian financial advisor serta lawyer, yang mana itu adalah profesional penunjang untuk proses akhir," kata Rahmat, Jumat (28/1/2022).
Rahmat mengatakan, Bank Sumut kini mengantongi modal inti senilai Rp4,2 triliun. Angka ini, menurutnya, sudah memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun, demi mencatatkan diri sebagai Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) II, Bank Sumut akan mengejar penambangan modal inti hingga Rp6 triliun.
Baca Juga
"Namun untuk memperkuat posisi kita di kelompok bank KBMI II, kita tentu dengan IPO ini dalam rangka memperkuat struktur permodalan untuk bisa mencapai Rp6 triliun," katanya.
Pada kesempatan berbeda, Pemimpin Divisi Keuangan dan Perencanaan Bank Sumut Eddy Riswan mengatakan bahwa penunjukkan para konsultan di atas mesti melalui proses bidding atau penawaran. Ketentuan ini berdasar hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Proses tersebut, menurut Eddy, perlu memakan waktu karena beberapa faktor. Walau begitu, Eddy mengatakan pihaknya bakal tetap konsisten menjalankan hasil keputusan RUPS sebelumnya.
"Kami sudah melakukan bidding itu, tapi belum ada penawaran. Kenapa? Karena mungkin menurut mereka target-target kami begitu besar. Tapi kami tetap berusaha mengikuti target-target sesuai RUPS. Itulah mengapa kami belum menentukan konsultan-konsultan itu," kata Eddy.
Meski sejauh ini belum memilki konsultan pendukung sebagai syarat utama IPO, Eddy berjanji akan bekerja maksimal sehingga Bank Sumut bisa go public pada tahun ini.
"Jadi memang tidak tertutup kemungkinan bisa saja (IPO) nanti jadi di Bulan September. Tapi kami tetap semaksimal mungkin itu bisa terjadi di tahun 2022 ini. Karena ini untuk memenuhi kebutuhan permodalan Bank Sumut," kata Eddy.
Terpisah, Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Medan Pintor Nasution menjelaskan lima benefit yang akan diperoleh suatu perusahaan jika go public.
Yaitu mendapatkan pendanaan jangka panjang, meningkatkan nilai perusahaan (corporate value), meningkatkan citra perusahaan, menjaga keberlangsungan usaha, dan memberikan insentif pajak.
"Setelah go public, perusahaan akan mendapatkan permodalan tambahan dari saham yang dijual. Modal tersebut dapat digunakan untuk membiayai ekspansi perusahaan, membayar utang, melakukan akuisisi atau untuk diinvestasikan kembali," kata Pintor.
Status go public akan meningkatkan nilai ekuitas perusahaan sehingga memiliki struktur permodalan yang optimal. Selain itu, perusahaan juga akan menjalankan praktik Good Corporate Governance (GCG), sehingga aktivitas operasionalnya dapat lebih baik.
"Dengan menjadi perusahaan publik yang sahamnya diperdagangkan di BEI, setiap saat publik dapat memperoleh valuasi terhadap nilai perusahaan. Setiap peningkatan kinerja operasional dan kinerja keuangan akan mempunyai dampak terhadap harga saham di bursa, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan," kata Pintor.
Keuntungan lainnya adalah mempermudah akses perusahaan untuk membuka akses pendanaan lain. Seperti penerbitan surat utang, obligasi, suku dan instrumen pendanaan lainnya.
Investor akan lebih tertarik membeli obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan terkenal dan memiliki citra baik dalam dunia keuangan.
Perusahaan terbuka (Tbk) cenderung meningkatkan transparansi dengan melakukan keterbukaan informasi. Sebab, pemegang sahamnya merupakan masyarakat umum.
Oleh karena itu memungkinkan perusahaan untuk menerbitkan obligasi dengan tingkat bunga atau kupon yang lebih kompetitif.
"Melalui keterbukaan informasi dan adanya perhatian dari media dan komunitas keuangan, perusahaan akan dapat meningkatkan citranya," kata Pintor.
Manfaat lainnya adalah kesempatan lebih besar untuk meningkatkan kepercayaan di kalangan perbankan.
Hal ini dikarenakan perbankan dapat mengetahui kondisi keuangan perusahaan setiap saat melalui dan mudah. Seperti dengan mengakses informasi yang diumumkan perusahaan melalui website bursa dan perusahaan itu sendiri.
"Sehingga credit risk perusahaan terbuka relatif lebih kecil dibandingkan credit risk pada perusahaan tertutup atau belum dikenal. Dengan demikian, solusi pendanaan untuk pengembangan perusahaan menjadi terbuka lebih lebar dan perusahaan dapat terus bertumbuh," kata Pintor.
Selain berbagai manfaat di atas, pemerintah juga memberikan insentif pajak kepada perusahaan go public berdasarkan Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka dapat memperoleh penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 3 persen lebih rendah dari tarif normal PPh wajib pajak badan dalam negeri bila memenuhi persyaratan tertentu.
Bagi pemilik perusahaan terbuka yang sahamnya tercatat di BEI, pemerintah hanya mengenakan tarif pajak final sebesar 0,1 persen dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham di BEI.
Jauh lebih rendah dibanding tarif PPh atas penjualan saham di luar bursa efek yang dapat mencapai 35 persen untuk wajib pajak dalam negeri perorangan.
"Dengan manfaat-manfaat go public ini, saatnya mendorong perusahaan-perusahaan untuk masuk ke pasar modal, dan mempersiapkan sejak awal tahun. Bursa senantiasa terbuka bagi seluruh perusahaan dari berbagai industri untuk memanfaatkan pasar modal sebagai katalis pertumbuhan," kata Pintor mengakhiri.