Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran sustainable loan (pinjaman berkelanjutan) dari industri perbankan mencapai US$55,9 miliar atau sekitar Rp809,75 triliun sampai dengan Desember 2021.
Selain itu, OJK melaporkan bahwa realisasi sustainability green bond atau obligasi hijau pada tahun lalu mencapai US$2,26 miliar atau sekitar Rp32 triliun, sementara blended finance untuk 55 projek mencapai US$3,27 miliar atau Rp46 triliun.
“Itu merupakan data sebelum kami adjust dengan Taksonomi Hijau yang baru-baru ini dirilis Presiden,” ujar Deputi Komisioner Stabilitas Perbankan OJK, Agus Edi Siregar, dalam Side Event Presidensi G20 Indonesia, di Jakarta, Jumat (18/2/2022).
Melihat realisasi itu, Agus mengatakan bahwa masih ada sejumlah tantangan untuk mendorong instrumen berkelanjutan. Menurutnya, salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya insentif terhadap penerbitan obligasi hijau atau green bond.
Hal itu disebabkan perlunya tambahan prosedur untuk melakukan verifikasi atau penentuan atas sektor-sektor mana yang masuk ke dalam kategori hijau. Kondisi ini pun membuat pelaku industri keuangan memerlukan biaya tambahan.
“Dengan tambahan biaya tersebut, baik untuk verify indicator independent dan lain-lain, tetapi di pasar ternyata dengan segala usaha yang begitu berat, harga dari green bond sama saja dengan non-green bond. Ini tantangan terbesar,” ujarnya.
Baca Juga
Menurut Agus bahwa dalam konteks tersebut memang diperlukan rencana tentang bagaimana merancang struktur insentif yang baik ke depannya. Dia menilai hal ini perlu dilakukan untuk menggenjot minat pembiayaan hijau lebih banyak lagi.
Selain itu, dia menambahkan bahwa tantangan lain adalah penentuan standar terkait dengan sektor mana saja yang masuk dalam kategori hijau.
“Standar ini penting supaya semua pihak memiliki bahasa yang sama untuk mendesain pembiayaanya,” kata Agus.