Bisnis.com, JAKARTA - Komisi XI DPR RI telah menetapkan nama-nama Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2022-2027.
Penetapan DK OJK tersebut dilakukan melalui mekanisme musyawarah mufakat. Hal itu berbeda dengan penetapan DK OJK 2017-2022 yang saat itu melalui voting. Mengapa demikian?
Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi Golkar Puteri Anetta Komarudin menjelaskan pengambilan keputusan secara musyawarah mufakat dilakukan karena pendirian anggota rapat mayoritas seragam atau pendirian satu anggota dengan anggota lainnya relatif sejalan.
“Menurut UU MD3 dan Tatib DPR, tata cara pengambilan keputusan pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat,” kata Puteri kepada Bisnis, Jumat (8/4).
Sementara itu, lanjutnya, penetapan Ketua dan Dewan Komisioner OJK dengan skema voting atau pengambilan suara terbanyak dilakukan jika musyawarah mufakat tidak terpenuhi. Hal itu bisa disebabkan karena adanya pendirian sebagian anggota rapat yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan pendirian anggota rapat yang lain.
“Maka, dilakukan pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak,” kata Puteri.
Sementara itu Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengatakan tata tertib mengatur agar mendahulukan musyawarah mufakat dalam penetapan DK OJK. Komisi XI, lanjutnya, melakukan hal tersebut dalam menentukan DK OJK 2022- 2027.
"Dan kali ini berhasil. Perbedaan yang ada tidak terlalu tajam," kata Hendrawan.
Sekedar informasi, pada 2017 Komisi XI DPR RI memilih enam anggota DK OJK periode 2017-2022 dengan mekanisme voting tertulis untuk 13 calon. Ketiga belas calon tersebut dipilih tidak berdasarkan klaster yang diberikan Panitia Seleksi (Pansel) DK OJK. Komisi XI DPR RI memilih enam calon anggota berdasarkan voting tertinggi.
Adapun enam dengan voting tertinggi saat itu yaitu Nurhaida memperoleh 54 suara, Tirta Segara memperoleh 51 suara, Riswinandi memperoleh 50 suara, Heru Kristiyana memperoleh 39 suara, Hoesen memperoleh 34 suara dan Ahmad Hidayat memperoleh 22 suara.