Bisnis.com, JAKARTA - Langkah Bank Indonesia menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) dinilai tepat karena kondisi likuiditas perbankan masih cukup gemuk.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai langkah Bank Indonesia menaikkan Bhima menuturkan jika dilihat dari pergerakan simpanan per kelompok nasabah, tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.
“Adapun jika dilihat dari Loan Deposit Ratio (LDR) misalnya masih di level 78 persen untuk bank umum. Idealnya untuk dukung pemulihan ekonomi LDR ada pada kisaran 85-87 persen,” kata Bhima, Selasa (24/5).
Dengan kondisi tersebut, lanjut Bhima, meski ada pengetatan tetapi kenaikan GWM tidak banyak berdampak ke likuiditas perbankan maupun pertumbuhan kredit.
Sebelumnya, Bank Indonesia menyampaikan akan menaikkan kembali atau melakukan normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan giro wajib minimum (GWM) rupiah secara bertahap.
Aturan giro minimum ini akan kembali dikerek menjadi 7,5 persen pada 1 Juli 2022, dan menjadi 9 persen mulai 1 September 2022.
Baca Juga
Adapun untuk pertumbuhan kredit, ujar Bhima, faktor krusialnya, adalah risiko debitur, dan tren kenaikan suku bunga acuan.
“Selama suku bunga acuan masih tetap, maka bank punya ruang lebih untuk dorong penyaluran kredit dengan bunga yang akomodatif bagi calon debitur,’ kata Bhima.
Bhima juga berpendapat pelonggaran mobilitas akan membuat penyaluran kredit usaha dan konsumsi bertumbuh pada tahun ini.
Aktivitas pergerakan masyarakat lebih longgar maka belanja akan naik, dan disambut dengan bank yang gencar berikan tambahan pembiayaan ke segmen consumer goods, hingga transportasi dan pariwisata.
"Ada optimisme pertumbuhan kredit mencapai positif 6.5 persen tahun ini," kata Bhima.