Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Sunarso menegaskan bahwa perseroan membatasi penyaluran kredit pada sektor energi yang dinilai merusak lingkungan, seperti batu bara dan minyak bumi.
Hal tersebut disampaikan Sunarso secara daring dari acara konferensi World Economic Forum di Davos, Swiss, Rabu (25/5/2022).
Dalam kesempatan itu, dia menceritakan bahwa fenomena dunia saat ini tengah menghadapi krisis energi karena perang Rusia-Ukraina dan masalah dunia lainnya. Oleh sebab itu, perusahaan energi dunia berpacu menambah produksi.
Sunarso menganalogikan bahwa bangsa dunia ini ingin hidup seribu tahun lagi. Namun, sambungnya, untuk hidup 1.000 tahun lagi dibutuhkan 100 tahun untuk minum obat. Minum obat ini adalah pemakaian bahan bakar fosil untuk transformasi menuju energi bersih.
“Bahwa nanti hidup 900 tahun lagi harus bebas dari kobalt, alami dan natural. Tapi, kita masih perlu minum obat sampai ke depan, missal 100 tahun. Jadi tuntutan menaikan produksi energi adalah obat pahit yang harus ditelan dan merancang kehidupan yang baru lebih sehat,” tuturnya.
Apakah BRI akan ikut memacu penyaluran kredit ke sektor energi fosil untuk mengerek produksi? “Kami tidak ikut, cukup portofolio kredit kami di bawah 3 persen saja di batu bara dan minyak. Biar diurus yang ahli di bidang itu.”
Menurutnya, portofolio di komoditas batu bara di bawah 3 persen itu kredit eksisting. Sebagai gambaran total kredit BBRI per kuartal I/2022 sebesar Rp1.075 triliun.
Sunarso menambahkan bahwa perseroan akan focus pada penyaluran kredit ke sektor usaha mikro kecil dan menengah. “Komitmen kami pada UMKM saja. Kami komitmen kepada pemberdayaan masyarakat sesuai dengan semangat ESG.”