Bisnis.com, MEDAN — Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI telah menyalurkan pembiayaan Ultra Mikro (UMi) senilai total Rp19.480.013.373.513 kepada 5.765.654 nasabah di seluruh Indonesia per akhir Mei 2022,
Direktur Utama Pusat Investasi Ririn Kadariyah mengatakan penyaluran UMi lembaga itu terus meningkat. "Pembiayaan UMi sendiri secara nasional juga terus tumbuh. Kalau kita perhatikan statistiknya dari tahun ke tahun, dari 2017 sampai sekarang terus tumbuh," ujar Ririn, Selasa (7/6/2022).
Pada 2022, lanjut Ririn, Pusat Investasi Pemerintah menargetkan dua juta nasabah pembiayaan UMi. Penyalurannya akan dilakukan melalui lembaga yang sudah ditetapkan.
"Untuk dananya, Insya Allah, aman. Dananya dari APBN. Inilah salah satu komitmen dari pemerintah melalui APBN kepada pelaku usaha Ultra Mikro," katanya.
Pusat Investasi Pemerintah baru dibentuk sejak 2017 lalu. Dengan usia yang masih sangat muda, kata Ririn, lembaganya terus melakukan pembenahan. Termasuk memperluas lembaga penyalur pembiayaan UMi di Indonesia. Teranyar, Pusat Investasi Pemerintah menjalin nota kesepakatan dengan Pemko Banda Aceh.
Keduanya sepakat memilih PT Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Mahirah Muamalah sebagai lembaga penyalur pembiayaan UMi di kota tersebut. Untuk Aceh, Pusat Investasi Pemerintah telah menyalurkan Rp279.181.747.409 pembiayaan UMi hingga Mei 2022. Dana itu disalurkan kepada 82.375 debitur.
Baca Juga
Jumlah itu termasuk debitur di Kota Banda Aceh sebanyak 4.422 orang dengan nilai pembiayaan mencapai Rp17.401.190.000.
Menurut Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman, para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di kota itu dulunya banyak yang berurusan dengan rentenir. Bahkan, persentasenya mencapai 80 persen.
Namun setelah berbagai upaya dilakukan, kata Aminullah, jumlah pelaku UMKM yang terjerat utang rentenir menurun. Saat ini, dia mengklaim hanya tersisa dua persen lagi.
Menurut Aminullah, keberhasilan itu diraih dengan perjuangan panjang. Di antaranya melalui pendirian LKMS Mahirah Muamalah pada 2017 lalu. Lembaga ini mulai efektif beroperasi pada 2018.
"Tapi sebelum lembaga ini ada, kami mengadakan survei. Memang mereka pelaku usaha-usaha kecil ini tetap ada modal. Tapi modal mereka dapat dari rentenir. Kami survei, itu 80 persen para pelaku UMKM di Kota Banda Aceh itu urusannya dengan rentenir," kata Aminullah.
Aminullah mengatakan, banyak pelaku UMKM di Kota Banda Aceh yang terpaksa berurusan dengan rentenir karena tak tersentuh pembiayaan bank konvensional.
Bank umumnya akan memberi pinjaman modal untuk Rp10 juta ke atas. Padahal tak sedikit pelaku UMKM yang justru cuma membutuhkan pinjaman modal kecil, seperti Rp1.000.000 - Rp2.000.000.
Celah di atas kemudian jadi peluang bagi para rentenir untuk mengambil keuntungan tersendiri. Umumnya, tengkulak akan mematok bunga tinggi untuk setiap pinjaman. Bahkan tak sedikit dari mereka yang menerapkan bunga lebih dari 50 persen per tahun. Hal itu tentu sangat memberatkan pelaku UMKM.
Melihat kondisi itu, Pemko Banda Aceh berinisiatif untuk mendirikan lembaga pembiayaan mikro, yaitu LKMS Mahirah Muamalah. Tujuannya demi mendongkrak dan menolong para pelaku UMKM di Kota Banda Aceh yang membutuhkan modal dengan bunga rendah.
"Setelah kami mendirikan lembaga ini, kemudian pada 2019 kami adakan survei kembali. Hasilnya sudah mulai menurun. Dari 80 persen turun menjadi 30 persen," kata Aminullah.
Menurut Aminullah, keberadaan LKMS Mahirah Muamalah terbukti ampuh meredam geliat rentenir di Kota Banda Aceh. Bahkan, kata dia, kini hanya dua persen lagi pelaku UMKM di Kota Banda Aceh yang berurusan dengan rentenir.
"Pada tahun 2021 kami survei lagi, dan Alhamdulillah, rentenir itu sudah tidak kedengaran lagi di Kota Banda Aceh. Sekarang tinggal dua persen lagi. Itu pun sembunyi-sembunyi," katanya.