Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Restrukturisasi di Leasing Tinggal Rp28,7 Triliun

Piutang restrukturisasi sempat mencapai Rp78,82 triliun dari 2,5 juta kontrak pembiayaan saat virus corona membawa pandemi di Tanah Air.
Suasana Indonesia International Motor Show (IIMS) Hybrid 2022 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (31/3/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Suasana Indonesia International Motor Show (IIMS) Hybrid 2022 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (31/3/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat piutang restrukturisasi dari industri pembiayaan (multifinance/leasing) terus dalam tren menurun, mencerminkan kondisi debitur telah pulih dan mulai kembali membayar cicilan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam diskusi terbatas dengan pemimpin redaksi media massa menjelaskan bahwa restrukturisasi per Maret 2022 tinggal Rp28,72 triliun dari 850.000 kontrak pembiayaan.

"Perkembangannya menunjukkan tren penurunan yang cukup signifikan, yakni dari posisi puncak tertinggi sebesar Rp78,82 triliun pada periode Oktober 2020," ujarnya, dikutip Rabu (15/6/2022).

Sebagai perbandingan, pada Februari 2022 jumlah piutang restrukturisasi masih Rp30,75 triliun dari 910.000 kontrak pembiayaan. Jumlah debitur restrukturisasi sempat mencapai 1 juta kontrak pada akhir 2021, sementara pada masa puncak sempat mencapai 2,5 juta kontrak.

Porsi restrukturisasi pembiayaan dampak Covid-19 saat ini sebesar 7,22 persen dari total piutang pembiayaan industri leasing sebesar Rp397,73 triliun.

Industri pembiayaan pun telah melakukan pembentukan CKPN sebesar Rp23,43 triliun. Pada periode Maret 2022, coverage total CKPN terhadap piutang pembiayaan bermasalah mencapai sebesar 212,21 persen dan coverage total CKPN terhadap piutang restrukturisasi sebesar 98,37 persen.

Sebagai informasi, sebelumnya batas restrukturisasi kredit buat industri leasing berakhir pada April 2022. Namun, pada awal tahun ini, OJK memutuskan memperpanjang batas masa restrukturisasi sampai April 2023.

Buat para pemain, hal ini memberikan keuntungan dari sisi pelaporan kinerja, karena memungkinkan debitur restrukturisasi yang belum pulih dari dampak pandemi Covid-19 tidak tergolong sebagai kredit macet alias non-performing financing (NPF), serta membuat beban pencadangan yang harus disiapkan menjadi lebih ringan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper