Bisnis.com, JAKARTA — Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) di tengah kenaikan suku bunga acuan atau BI7DRR menjadi 3,75 persen.
Analis Mirae Asset Sekuritas Handiman Soetoyo mengatakan bahwa hal tersebut karena baik BBRI maupun BMRI dinilai bakal mendapat banyak manfaat dari kenaikan suku bunga acuan.
“BBRI dan BMRI tetap menjadi pilihan utama kami karena kedua bank adalah penerima manfaat tertinggi dari kenaikan suku bunga karena pertumbuhan pinjaman yang kuat di segmen mikro dan ritel, ditambah dengan campuran simpanan yang menguntungkan,” ujar Handiman dalam risetnya dikutip pada Minggu (28/8/2022).
Adapun, risiko yang melingkungi adalah pemburukan kualitas aset, lambatnya pertumbuhan kredit, adanya volatilitas Foreign Exchange (FX), dan inflasi yang tinggi.
Handiman memperkirakan suku bunga acuan dapat kembali naik 25 basis poin (bps) hingga akhir 2022. Meski demikian, dia menilai hal itu masih dapat dikelola oleh bank untuk mengkalibrasi pertumbuhan pinjaman, likuiditas, margin, dan kualitas aset.
Dari sisi likuiditas, dia mengatakan kenaikan suku bunga akan memiliki dampak minimal karena sistem keuangan masih dibanjiri likuiditas yang cukup meski Giro Wajib Minimum (GWM) meningkat dari 3,5 persen pada Januari 2022 menjadi 9 persen per September.
Baca Juga
Selain itu, sampai dengan Juni 2022, Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di kisaran 77 – 82 persen sejak November 2022. Jauh di bawah level sebelum pandemi yang sekitar 92 persen.
Handiman juga meyakini pertumbuhan kredit ke depan tetap dapat dipertahankan karena mobilitas masyarakat yang terus meningkat. Harga komoditas yang lebih tinggi juga akan terus mendorong permintaan pinjaman di industri terkait.
“Kami percaya bahwa pinjaman modal kerja dan investasi kurang sensitif terhadap perubahan suku bunga. Kami lebih mengkhawatirkan prospek inflasi ke depan, terutama ketika harga BBM bersubsidi dinaikkan,” ujarnya.
Adapun kualitas aset dinilai membutuhkan perhatian besar. Meski diperkirakan memiliki dampak minimal, tetapi beberapa bisnis dengan utang besar dinilai akan lebih rentan sehingga relaksasi restrukturisasi kredit diharapkan dapat diperpanjang.
“Oleh karena itu, kami mengharapkan perpanjangan kebijakan relaksasi restrukturisasi pinjaman yang akan membantu bisnis dan bank memitigasi risiko rasio kredit bermasalah [NPL],” ujarnya.