Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) alias BRI dinilai masih akan menghadapi sederet tantangan, terutama untuk memacu pertumbuhan laba hingga tahun depan.
Sarah Jane Mahmud, senior industry analyst Bloomberg Intelligence, mengungkapkan bahwa BBRI memang tetap menjadi bank paling menguntungkan di Asia Tenggara dengan imbal hasil ekuitas rata-rata 20% dalam satu dekade terakhir.
Kendati begitu, dia menilai perbankan pelat merah itu dihadapkan pada sejumlah kendala yang berpotensi mengadang laju bottom line perseroan.
“Hambatan semakin meningkat dan dapat menghambat pertumbuhan laba hingga tahun 2026,” jelasnya dalam laporan Bloomberg Intelligence yang dirilis, Kamis (31/7/2025).
Dia memerinci, BBRI memang memiliki modal besar dengan jangkauan pembiayaan mikro yang dapat mendorong ekspansi neraca dalam jangka panjang.
Namun, pihaknya menilai kualitas aset perseroan dapat memburuk akibat kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat menyusul penetapan tarif oleh Presiden Donald Trump.
Baca Juga
“Kualitas aset bisa memburuk dengan potensi masuknya barang-barang murah dari Tiongkok dan produk pertanian AS yang menekan usaha kecil di Indonesia.”
Sarah Jane juga menyoroti soal pengambilalihan bank pelat merah oleh Danantara. Hal itu menimbulkan kekhawatiran terkait tata kelola.
Di sisi lain, Bloomberg Intelligence menilai langkah Bank Indonesia yang kembali memangkas suku bunga acuan alias BI Rate dapat membantu perseroan untuk memulihkan margin dan mengurangi risiko penyusutan laba lebih lanjut.
“Potensi pemulihan margin akibat biaya pendanaan yang lebih rendah dengan lebih banyak penurunan suku bunga dapat membantu mengurangi tekanan pada laba,” pungkasnya.
Dalam laporan Bisnis kemarin, Kamis (31/7/2025), BBRI membukukan laba bersih konsolidasian yang dapat diatribusikan kepada pemilik sebesar Rp26,28 triliun pada semester I/2025. Realisasi itu anjlok 11,53% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Pada periode tersebut, pendapatan bunga bersih BRI tumbuh 2,8% YoY menjadi Rp73,27 triliun. Namun, sejumlah pos beban perseroan meningkat, seperti kerugian terkait risiko operasional yang melonjak dari Rp63,89 miliar menjadi Rp686,73 miliar dan beban pencadangan atau impairment naik 25,8% menjadi Rp23,27 triliun.
Dari sisi kualitas aset, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross BRI relatif stabil pada level 3,23% dibandingkan sebelumnya 3,21%. NPL net tercatat bergerak dari 0,86% menjadi 0,99%.
Adapun terkait pendanaan, dana pihak ketiga (DPK) BRI meningkat 6,65% YoY menjadi Rp1.482,12 triliun per semester I/2025 dengan dana murah alias current account saving account (CASA) naik 10,6% YoY menjadi Rp970,94 triliun. Realisasi tersebut mencerminkan rasio CASA sebesar 65,51% dari total simpanan BRI hingga semester I/2025.
Sementara itu, margin bunga bersih (net interest income/NIM) BRI menurun dari 6,81% menjadi 6,58% pada bulan keenam tahun ini. Pada saat yang sama, rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan-to-deposit ratio (LDR) BRI berada pada level 84,97% per semester I/2025.