Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bayang-bayang Lonjakan Klaim Asuransi Kredit, Industri Perlu Waspada

Inflasi menjadi penekan kemampuan nasabah membayar cicilan bank yang akhirnya mendongkrak klaim asuransi kredit.
Pekerja melakukan pemasangan logo Indonesia Financial Group (IFG) di Jakarta, Selasa (11/1/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja melakukan pemasangan logo Indonesia Financial Group (IFG) di Jakarta, Selasa (11/1/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Industri asuransi perlu mewaspadai potensi kenaikan klaim asuransi kredit akibat meningkatnya risiko inflasi.

Head of IFG Progress Reza Yamora Siregar mengatakan bahwa dalam kondisi terjadi kenaikan berbagai risiko ekonomi, klaim yang harus dibayarkan sektor asuransi di Indonesia biasanya mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

Risiko ekonomi yang turut mempengaruhi, antara lain kondisi ketika laju inflasi tinggi, kondisi di mana pertumbuhan ekonomi yang lemah atau lebih rendah dari ekspektasi, dan kondisi di mana kombinasi antara inflasi yang naik tinggi beserta pelemahan pertumbuhan ekonomi atau yang belakangan ini sering disebut dengan fenomena stagflasi.

"Fenomena kenaikan klaim ini juga terjadi di sektor asuransi kredit. Pada saat risiko naik dan kinerja ekonomi memburuk, kualitas dari kredit perbankan biasanya menurun. Indikator loan at risk (LAR) mengalami tren kenaikan yang cukup signifikan," ujar Reza kepada Bisnis, Senin (29/8/2022).

Studi IFG Progress menemukan bahwa pada periode ketika loan at risk (risiko kredit perbankan menjadi bermasalah) di sektor perbankan naik, sektor asuransi mengalami kenaikan klaim di bisnis asuransi kreditnya.

Menurut Reza, beban klaim tersebut tidaklah kecil. Sebab pada 2020, sekitar 16 persen dari total premi bisnis asuransi umum di Indonesia berasal dari premi asuransi kredit.

"Kalkulasi kami di IFG Progress juga menemukan lebih dari 70 persen dari LAR di perbankan merupakan bagian dari kredit perbankan yang diasuransikan," katanya.

Lebih lanjut, Reza menuturkan, tingkat inflasi Indonesia tercatat meningkat cukup siginifikan ke level 4,9 persen year-on-year (yoy) pada Juli 2022 dengan tingkat volatile inflasi yang juga meningkat ke level 11,5 persen yoy. IFG Progress memproyeksikan risiko inflasi berpotensi untuk terus bergerak naik, paling tidak pada semester II/2022.

"Laju kenaikan harga berdampak negatif pada kinerja sektor industri dan ekonomi pada umumnya, dan akhirnya pada kualitas kredit perbankan. Kondisi ini harus diantisipasi oleh sektor asuransi, terutama asuransi umum kita," tutur Reza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper