Bisnis.com, JAKARTA — Tekanan inflasi ke depan diperkirakan meningkat yang salah satunya dipicu oleh kenaikan harga BBM.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Solikin M. Juhro menyampaikan bahwa kenaikan inflasi hingga saat ini lebih disebabkan oleh sisi supply.
Dari sisi eksternal, terjadi gangguan rantai pasok global. Sementara di dalam negeri, inflasi diperkirakan terus meningkat sejalan dengan permintaan masyarakat yang menguat.
Adapun, hingga akhir tahun pemerintah memperkirakan tingkat inflasi akan mencapai kisaran 6,6 hingga 6,8 persen, jauh di atas proyeksi sebelumnya.
Solikin mengatakan, kebijakan moneter BI hingga akhir tahun akan diarahkan untuk tetap menjaga stabilitas.
“Kita akan upayakan menjaga stabilitas nilai tukar, baik dari sisi inflasi maupun tekanan eksternal, dengan tetap mengelola atau mendorong momentum pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung,” dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia: Normalisasi Kebijakan Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia, Rabu (7/9/2022).
Baca Juga
Dia menyampaikan, perekonomian Indonesia telah mencatatkan pertumbuhan yang positif, namun masih belum tumbuh secara kuat. Oleh karena itu, momentum pertumbuhan ekonomi yang positif pada kuartal II/2022 perlu terus dijaga.
Langkah stabilisasi nilai tukar terutama akan dilakukan melalui triple intervention dan operation twist.
Kebijakan pengetatan likuiditas pun kata Solikin akan dipastikan tidak mengganggu kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit.
Pada Rapat Dewan Gubernur bulan lalu, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin.
Solikin menjelaskan, kebijakan kenaikan suku bunga tersebut merupakan langkah BI untuk untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi ke depan.