Bisnis.com, JAKARTA - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyoroti pengalokasian Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp1,53 triliun untuk PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF dalam rapat panja pembahasan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2023, Senin (12/9/2022).
Dalam rapat itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu memaparkan bahwa SMF menjadi salah satu BUMN yang bakal mendapat alokasi PMN senilai Rp1,53 triliun untuk tahun anggaran 2023. PMN itu dibutuhkan untuk mendukung likuiditas lembaga penyalur Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP).
"Untuk PT SMF 1,53 triliun ini untuk menyediakan dukungan likuiditas kepada lembaga penyalur KPR FLPP pada porsi 25 persen untuk membiayai 220.000 unit rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah," ujar Febrio.
Namun, alokasi tersebut dipertanyakan oleh anggota Banggar, salah satunya Bertu Merlas. Menurut informasi yang diperoleh Bertu, SMF memberikan pinjaman kepada bank penyalur KPR FLPP dengan bunga yang jauh lebih tinggi dibandingkan lending rate yang diterima penerima KPR. Karena hal ini, dia heran mengapa pemerintah tidak langsung memberikan PMN kepada bank penyalur KPR FLPP, ketimbang memberikannya ke SMF.
"Jadi bagaimana uang itu [PMN] dipastikan dipakai untuk program subsidi perumahan bila bunga yang diberikan jauh lebih tinggi?" tutur Bertu.
"Bahkan dalam leverage PMN tiap tahunnya SMF terbitkan obligasi. Obligasi bunganya lebih besar dari bunga obligasi yang diterbitkan bank penerima tadi. Artinya, ada dua kategori bank yang gunakan uang dari SMF. Satu, bank yang kepepet, tidak ada uang, dia pinjam sama SMF. Kedua, uang SMF ini dipakai untuk kredit komersil bukan untuk kredit pemerintah," imbuhnya.
Baca Juga
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo menegaskan bahwa PMN yang diterima oleh SMF sepenuhnya hanya untuk program FLPP. Ia membantah ada uang PMN yang digunakan untuk penyaluran kredit komersil.
"Dan bunga yang ditawarkan SMF jangka panjang 20 tahun fix rate 4,45 persen. Kalau ada penyalur KPR bisa lebih murah daripada itu silahkan pakai dananya sendiri. Kami itu menolong penyalur KPR biar tidak ada maturity mismatch. Jangan pembiayaan KPR 20 tahu fix rate dibiayai oleh time deposit 3 bulan. Itu bahaya sekali kayak 1997-1998 nanti, begitu kolaps, jebol semua," jelas Ananta.
Dia juga menjelaskan kupon obligasi yang diterbitkan SMF lebih tinggi dibandingkan obligasi yang diterbitkan oleh bank penyalur KPR karena memang rating SMF dari lembaga pemeringkat cukup tinggi, yakni AAA (triple A). Pekan lalu, perseroan juga baru menerbitkan obligasi tenor 5 tahun dengan kupon fix rate 6,95 persen.
Meski bunga obligasi yang diterbitkan perseroan cukup tinggi, SMF mampu menyalurkan pinjaman dengan bunga yang jauh lebih rendah. Hal ini karena pendanaan SMF turut disokong oleh PMN.
"Bunga yang diterbitkan obligasi SMF 6,95 persen dan kami bisa pinjamkan 4,45 persen karena kami blended dengan PMN yang kami terima itu. Jadi PMN kami terima, kami blended dengan surat utang yang kami keluarkan jadilah 4,45 persen fix rate. Ditambah 75 persen daripada pemerintah FLPP yang bunganya 0,5 persen, jatuh ke penyalur KPR kurang lebih 1,5 persen. Disalurkan bank penyalur adalah 5 persen, bank punya margin 3,5 persen. Itu yang kami tahu," ujarnya.