Bisnis.com, JAKARTA — Besaran iuran dalam implementasi kelas rawat inap standar (KRIS) program jaminan kesehatan nasional (JKN) perlu dikaji secara komprehensif agar tidak menimbulkan kagaduhan baru.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan persoalan iuran atau kontribusi peserta JKN dalam penerapan KRIS memang menjadi hal yang paling krusial. Menurutnya, besaran iuran tidak bisa disamaratakan bagi semua segmen peserta JKN.
"Kalau kontribusi disamakan semua, harus sama, itu menurut saya menyalahi konsep dasar asuransi kesehatan sosial, yakni gotong royong, yang kaya bantu yang miskin. Kalau yang miskin dan kaya bayarnya sama, ini saya enggak tahu konsep dari mana tapi itu bertentangan dengan konsep dasar asuransi kesehatan sosial dan itu akan menimbulkan kegaduhan," ujar Ghufron dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (20/9/2022).
Oleh karena itu, dia menilai besaran iuran peserta JKN dalam pelaksanaan KRIS perlu dilihat lebih komprehensif dan seksama untuk menghindari kegaduhan yang tidak perlu.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyampaikan bahwa konsep KRIS adalah menghadirkan satu kelas standar agar masyarakat memiliki hak yang sama dalam mengakses layanan kesehatan yang mendasar.
"Kelas satu standar, kelas dua standar, itu yang kami hindari supaya kita punya satu kelas standar yang nantinya akan sama di kelas KRIS ini. Justru kami ingin satu kelas standar yang punya nilai klaim yang sama dengan premi yang sama sehingga nanti punya hak yang sama untuk sistem pembiayaan kesehatan yang mendasar ini," jelas Dante.
Baca Juga
Adapun, uji coba pelaksanaan KRIS telah mulai dilaksanakan di empat rumah sakit vertikal sejak 1 September 2022. Tujuan pelaksanaan uji coba tersebut secara khusus, diantaranya untuk mengetahui dampak KRIS terhadap mutu layanan rawat inap peserta JKN, mengetahui dampak KRIS terhadap ketahanan dana jaminan sosial BPJS Kesehatan, mendapatkan analisa costing berdasarkan kebutuhan pembiayaan rumah sakit dalam memenuhi kriteria KRIS, baik medis maupun nonmedis.
Selain itu, uji coba juga untuk memastikan dampak implementasi KRIS dapat diterima oleh peserta, faskes, asosiasi peserta dan pemberi kerja, pemangku kepentingan, serta kementerian/lembaga terkait melalui survei persepsi dengan gambaran komprehensif.