Bisnis.com, JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan alias BP Jamsostek melaporkan hasil investasi dana pekerja yang dikelola naik 19,18 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp29,91 triliun sampai akhir September 2022.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengatakan portofolio atau alokasi penempatan investasi BPJS Ketenagakerjaan terbesar berada di fix income dan money market. Dua instrumen investasi dengan risiko relatif rendah itu mencapai 83,18 persen. Sedangkan di pasar saham dan reksa dana atau equity based mencapai 16,42 persen per September 2022.
Jika diperinci, dari total dana investasi BPJS Ketenagakerjaan Rp607,5 triliun per September 2022, obligasi mencapai 71,33 persen dari total dana ini. Selanjutnya deposito sebesar 11,85 persen, saham sebesar 10,8 persen, reksa dana dengan persentase 5,63 persen, properti mencapai 0,33 persen, serta penyertaan mencapai 0,06 persen.
Ke depan, Anggoro menuturkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan akan terus meningkatkan instrumen deposito, hal ini mengingat suku bunga bank juga akan meningkat dan upaya ini menjadi salah satu antisipasi dari BPJS Ketenagakerjaan.
“Sejak akhir tahun lalu [2021], kita sudah melihat proyeksi atau kecenderungan suku bunga meningkat karena adanya inflasi, maka kita meletakkan di instrumen seperti deposito dan juga obligasi,” terangnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR pada Selasa, (15/11/2022).
Dijelaskan lebih lanjut oleh mantan bankir BNI ini, dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp607,51 triliun itu setara pertumbuhan 16,3 persen jika dibandingkan dengan periode September tahun sebelumnya. Sementara hasil investasi naik 19,18 persen.
Baca Juga
Anggoro menyebut peningkatan hasil investasi turut didorong kenaikan suku bunga oleh bank sentral. Langkah itu telah membuat rata rata imbal hasil obligasi yag diraup menjadi 7,41 persen. Adapun, hasil deposito merupakan refleksi dari BI rate yang meningkat menjadi 4,25 persen.
Dia menyebutkan, jika melihat ke belakang yakni periode 2020 sampai dengan September 2022, obligasi menjadi komponen terbesar dalam pilihan investasi perusahaan. Selanjutnya berbasis saham namun memiliki tren penurunan.
“Kenapa [dana investasi] saham berkurang? Karena pada tahun lalu [2021], kami melihat pasar masih volatile, maka kita fokus ke instrumen yang berisiko lebih rendah dan jangka panjang, maka kita banyak ke instrumen deposito,” terangnya.