Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berhasil mencapai target kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Agustus 2024, dengan menggaet 276.520.647 peserta. Angka tersebut mewakili 98,19% dari total populasi Indonesia pada semester I/2024, yang berjumlah 281.603.800 jiwa.
Pencapaian ini sejalan dengan target Universal Health Coverage (UHC) yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, di mana pemerintah menargetkan jangkauan kepesertaan JKN mencapai 98% dari total populasi.
Meski demikian, keberhasilan mencapai target ini tidak sepenuhnya menjamin keaktifan peserta dalam membayar iuran. Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengungkapkan bahwa kepesertaan aktif hanya sekitar 80%. “Banyak peserta yang menunggak pembayaran, padahal idealnya peserta yang terdaftar adalah peserta aktif yang membayar iuran secara rutin,” kata Timboel kepada Bisnis pada pekan lalu (9/8/2024).
Dalam catatan Bisnis, per 1 Juni 2024 terdapat 58,3 juta peserta BPJS Kesehatan yang berstatus nonaktif. Rinciannya, 19,5 juta adalah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI JK). Sebanyak 9,7 juta segmen PBI APBD, lalu 9,8 juta peserta segmen Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU BU) yang berstatus nonaktif. Kelompok ini berada dalam status non aktif namun tidak ada tunggakan. Sedangkan 16,9 juta peserta JKN mandiri yang nonaktif memiliki tunggakan.
Timboel menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan relaksasi, seperti pemberian diskon pada tunggakan iuran. Menurutnya, langkah ini bisa meningkatkan pendapatan riil BPJS Kesehatan dan mengaktifkan kembali peserta yang menunggak.
Selain itu, Timboel juga menyoroti masalah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang tidak tepat sasaran. Pada tahun 2023, tercatat 35% peserta JKN dari segmen PBI sebenarnya berasal dari golongan Pekerja Penerima Upah (PPU), yang seharusnya membayar iuran secara mandiri. Hal ini berdampak pada berkurangnya potensi pendapatan iuran BPJS Kesehatan.
Baca Juga
Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy turut menyoroti pentingnya memastikan bahwa seluruh peserta JKN mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, serta menegaskan perlunya penegakan hukum terhadap pemberi kerja yang belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta JKN.
Dalam upaya menjaga keberlanjutan keuangan BPJS Kesehatan, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan bahwa iuran JKN untuk kelas I dan II akan mengalami kenaikan pada 2025. Kenaikan ini terkait dengan persiapan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang dijadwalkan mulai berlaku paling lambat Juni 2025. Namun, iuran untuk kelas III yang mayoritas pesertanya adalah PBI, dipastikan tidak akan berubah.
Ketua Komisi Pengawasan Monitoring dan Evaluasi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Muttaqien, menambahkan bahwa tim bersama antar kementerian dan lembaga sedang melakukan perhitungan untuk menetapkan manfaat, tarif, dan iuran JKN yang baru, yang akan diumumkan paling lambat 1 Juli 2025.