Bisnis.com, JAKARTA — Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) mengubah kebijakan spin off unit usaha syariah (UUS) bank syariah dari wajib menjadi diserahkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Regulator pun tahun ini masih mengkaji kewajiban spin off UUS itu.
“Kita akan rumuskan kebijakan perbankan syariah ke depan agar perbankan syariah tumbuh lebih cepat. Kebijakan spin off juga akan kami lihat apakah perlu [spin off] dilakukan secara cepat atau dengan persyaratan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam webinar Tren Perbankan 2023, Selasa (17/1/2023).
Upaya tersebut dilakukan agar perbankan syariah bisa semakin berkembang dan bertahan menghadapi tantangan ekonomi tahun ini. “Kita melihat perlu ada akselerasi pengembangan bank syariah sebagai alternatif sistem keuangan yang bisa dipilih oleh masyarakat ke depan,” ujarnya.
Saat ini, menurutnya kontribusi bank syariah terhadap industri perbankan secara umum masih minim. Total aset perbankan syariah hanya mencapai 5-6 persen dibandingkan total aset perbankan secara keseluruhan.
Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mengatur bahwa spin off UUS wajib dilakukan selambatnya pada akhir Juni 2023. Namun, ketentuan tersebut kemudian dihapus dalam UU PPSK. Sebagai gantinya Omnibus Law Keuangan tersebut mengatur bahwa kewajiban UUS bertransformasi menjadi bank umum syariah (BUS) akan ditetapkan oleh OJK.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan bahwa kebijakan terkait UUS di UU PPSK itu memberikan nafas kepada bank yang memiliki UUS. "Ini karena kebanyakan UUS saat ini belum siap untuk lepas dari induk," katanya kepada Bisnis.
Baca Juga
Piter juga memperkirakan OJK akan merelaksasi aturan spin off UUS itu. Dengan demikian nantinya UUS yang melepaskan diri adalah yang sudah siap dari sisi permodalan dan infrastruktur.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin juga mengatakan banyak perbankan yang mempunyai UUS masih menemui kendala dari sisi permodalan untuk menjalankan spin off. “Modal itu menjadi tantangan. Misalnya, suatu UUS akan memisahkan diri dari induknya, maka otomatis dia akan keluar [dari induk bank] dan akan menjadi bagian sendiri. Kemudian, dia juga harus menyesuaikan dengan jumlah modal inti atau BUKU kelasnya,” terangnya.
Amin melihat sampai sekarang masih terdapat bank-bank yang bermain di pasar yang sama. “Itu tantangan, berarti harus memikirkan strategi yang tepat untuk bisa bermain di pasar yang sedikit berbeda,” sambungnya.
Amin mengusulkan saat UUS memisahkan diri dari induknya, maka bank bisa melakukan inovasi produk murni syariah, tidak sekadar konvensional menjadi syariah. Meski demikian, Amin mengakui cara ini tidaklah mudah.
Sementara itu, Head of Shariah Banking PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNLI) Romy Buchari mengatakan bahwa skema UUS yang telah dijalani oleh Maybank Indonesia selama ini memberi manfaat bagi perseroan. Dengan menjalankan model usaha berbasis UUS, BNLI telah berhasil membangun portofolio dengan penetrasi syariah mencapai 26 persen dari total aset bank pada tahun lalu.
Romy melanjutkan bahwa Maybank Indonesia tengah mengkaji dampak apabila UUS wajib spin off. "Proses spin off akan berdampak kepada beberapa hal mendasar seperti permodalan, BMPD [batas maksimum penyaluran dana], beban biaya operasional, perpajakan, infrastruktur dan lain lain yang dapat mempengaruhi skalabilitas dan kapabilitas dari unit-unit usaha syariah yang telah ada saat ini di Tanah Air," kata Romy.