Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melihat adanya potensi defisit pada 2024. Situasi tersebut terjadi lantaran adanya kemungkinan biaya manfaat atau biaya yang harus dibayarkan oleh BPJS Kesehatan meningkat dan bersilangan dengan iuran perkapita.
Berita tentang potensi defisit BPJS Kesehatan di 2024 menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Rabu (1/2/2023):
1. Penyebab BPJS Kesehatan Terancam Defisit Pada 2024
Defisit dana Dana Jaminan Sosial Kesehatan atau yang dikenal dengan defisit BPJS Kesehatan merupakan mismatch antara belum optimalnya pendapatan yang bersumber dari iuran peserta dan besarnya beban jaminan kesehatan yang perlu ditanggung.
Kondisi tersebut pernah ditanggung oleh BPJS Kesehatan pada 2019 lantaran kenaikan biaya manfaat.
Direktur Perencanaan, Pengembangan, dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan Mahlil Ruby menjelaskan biaya manfaat atau biaya yang dibayarkan untuk fasilitas kesehatan rata-rata lebih tinggi apabila dibandingkan dengan iuran yang diterima pada 2019.
Dia melihat bahwa grafik iuran semakin menurun pada 2022, jika penurunan terus terjadi maka dapat diperdiksi pada 2024 akan defisit.
2. Fakta di Balik Dana Swasta Masih Mengendap di Bank
Pemerintah menginginkan dana swasta yang masih mengendap di perbankan bisa dibelanjakan dalam bentuk belanja modal atau capital expenditure. Harapan pemerintah tersebut bisa jadi sulit terwujud.
Terdapat sejumlah faktor yang membuat kalangan swasta menahan dananya atau menginvestasikan di luar sektor riil. Imbal hasil yang lebih tinggi dan risiko yang lebih rendah menjadi dua faktor yang menentukan.
Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), total simpanan di Bank Umum pada Desember 2022 mencapai Rp8.203 triliun. Jumlah ini menggambarkan kenaikan sebesar 2,16 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Di tengah kondisi makro dengan ketidakpastian yang tinggi, serta adanya tekanan inflasi, sementara itu suku bunga tinggi, investasi di instrument finansial menjadi lebih menarik dibandingkan investasi dibandingkan investasi di sektor riil.
3. Tunggu 'Tanda-Tangan' OJK Penyehatan AJB Bumiputera & Jiwasraya
Langkah penyelesaian atau penyehatan asuransi jiwa bermasalah masih terus bergulir dan masuk proses finalisasi. Dalam hal ini terkait PT Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera 1912.
Dalam kasus AJB Bumiputera, perseroan tengah menunggu persetujuan rencana penyehatan keuangan (RPK) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Disebutkan bahwa RPK tersebut sudah masuk dalam tahap finalisasi. Harapannya, hal tersebut dilakukan untuk mengakselerasi perusahaan.
Sementara itu, kerugian kasus korupsi Jiwasraya telah merugikan negara sebesar Rp16,807 triliun. Dalam penanganannya, kasus Jiwasraya berjalan sesuai dengan program restrukturisasi terhadap para pemegang polis sebagai upaya penyelamatan manfaat polis Jiwasraya.
4. Begini Potret Terkini Proyek Apartemen Meikarta Bak Kota Hantu
Proyek apartemen Meikarta dalam beberapa bulan terakhir menjadi buah bibir yang panas di masyarakat. Terlebih bagi para konsumen yang telah membeli unit di proyek yang berada di Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi ini.
Berdasarkan pantauan Bisnis pada Selasa (31/1/2023), proyek apartemen Meikarta besutan PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha dari PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) itu tampak masih berjalan meski pekerjaan konstruksi yang dilakukan tak begitu masif.
Di Distrik 1 Meikarta terlihat ada 12 tower yang menjulang tinggi 20-an lantai. Adapun, 6 tower di sisi kiri tampak lebih rapi dan ramai dikunjungi. Pasalnya, tower-tower tersebut menempel dengan area komersial.
Deretan kendaraan menjalar di sepanjang jalan Distrik 1 Meikarta. Hal ini lantaran, ruko-ruko di area tersebut diisi oleh tenant food and beverage (F&B) yang cukup terkenal seperti MaxxCoffe, Janji Jiwa, Chatime, hingga Solaria.
5. Mimpi Cetak Market Cap Rp15.000 Triliun
Bursa Efek Indonesia menargetkan dalam 5 tahun mendatang, market cap pasar modal melonjak 60 persen menjadi Rp15.000 triliun, meningkat hampir 60 persen dari kondisi terkini market cap IHSG yang senilai Rp9.425 triliun.
Selain itu, OJK juga menargetkan transaksi harian rata-rata Rp25 triliun, jumlah investor 20 juta SID, dan dana kelolaan industri pengelola investasi mencapai Rp1.000 triliun.
Target ini terlihat cukup ambisius untuk jangka waktu yang relatif singkat, yakni dalam 5 tahun mendatang. Meski demikian, OJK optimistis target ini sangat mungkin untuk bisa tercapai. Kalangan sekuritas pun umumnya sepakat dengan OJK.