Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan empat insentif bagi bank agar mendorong kredit ke industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
Pertama, OJK memberikan insentif penurunan bobot aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) kredit perbankan menjadi 50 persen untuk produksi dan konsumsi KBLBB dari semula 75 persen. Relaksasi yang dikeluarkan sejak 2020 ini telah diperpanjang OJK hingga 31 Desember 2023.
Kedua, relaksasi penilaian kualitas kredit untuk pembelian KBLBB serta pengembangan industri hulu dari KBLBB dengan plafon sampai Rp5 miliar. Industri hulu KBLBB yang dimaksud adalah industri baterai, industri charging station, dan industri komponen.
Ketiga, penyediaan dana kepada debitur dengan tujuan pembelian KBLBB serta pengembangan industri hulu KBLBB dapat dikategorikan sebagai pemenuhan ketentuan penerapan keuangan berkelanjutan.
Keempat, adanya pengecualian batas maksimum pemberian kredit (BMPK) untuk penyediaan dana dalam rangka produksi KBLBB beserta infrastrukturnya.
Pemberian insentif ini merupakan bentuk dukungan OJK terhadap program percepatan KBLBB yang dicanangkan pemerintah.
Baca Juga
"Insentif dikeluarkan OJK untuk meningkatkan peran industri jasa keuangan dalam mendukung program KBLBB, baik untuk pembelian KBLBB maupun pengembangan industri hulu KBLBB," kata OJK dalam keterangan tertulis pada Rabu (8/3/2023).
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan kredit kepada industri kendaraan listrik potensial bagi perbankan.
Berdasarkan data Bloomberg, pangsa pasar kendaraan listrik di dunia baru mencapai 3 persen. Namun, pada 2025 bisa mencapai 10 persen. Lalu, pada 2030 mencapai 26 persen. Kemudian, pada 2060 mencapai 60 persen.
Sementara, berdasarkan proyeksi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada 2030 jumlah mobil listrik akan mencapai 2 juta unit. Kemudian, motor listrik mencapai 13 juta unit
Namun, ada sejumlah tantangan yang dihadapi perbankan dalam menyalurkan kredit kendaraan listrik di Indonesia, baik dari sisi suplai maupun permintaan.
"Dari sisi suplai, bank masih perlu meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dalam menganalisa risiko kredit," ujarnya dalam webinar.
Kemudian, bank belum punya regulasi internal penyaluran kredit kepada industri kendaraan listrik. Pasalnya, bank juga masih fokus pada industri eksisting yang potensial.
Sementara, dari sisi demand, industri kendaraan listrik masih terbatas dan lokasinya pada wilayah tertentu saja.
"Kemudian, bank belum menemukan mitra yang tepat, dan masih kurangnya informasi tentang kendaraan listrik di Indonesia," ujar Dian.
Untuk itu, menurutnya perlu dukungan setiap stakeholder dalam menciptakan ekosistem kendaraan listrik. Dorongan pembiayaan juga bisa dilakukan baik melalui insentif fiskal maupun non-fiskal.