Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Saham BBCA, BBRI, BMRI, BBNI Anjlok, Terpengaruh Bangkrutnya SVB?

Harga saham empat bank jumbo Indonesia BBCA, BBRI, BMRI, BBNI terkoreksi akibat paparan bangkrutnya Silicon Valley Bank.
Parkiran salah satu cabang Silicon Valley Bank/bloomberg
Parkiran salah satu cabang Silicon Valley Bank/bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Harga saham empat bank jumbo Indonesia yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) jeblok seiring mencuatnya kasus salah satu bank besar di Amerika Serikat (AS), yakni Silicon Valley Bank (SVB) yang bangkrut.

Berdasarkan data dari RTI Business, harga saham BBCA ditutup di level Rp8.325 pada perdagangan Selasa (14/3/2023), turun 2,63 persen dalam 24 jam terakhir. Dalam sepekan, harga saham BBCA juga turun 1,19 persen.

Begitu juga dengan harga saham BMRI yang turun 4,11 persen dan terparkir di level Rp9.925 pada penutupan perdagangan hari ini. Harga saham BMRI turun 2,46 persen dalam sepekan.

Sementara harga saham BBRI turun 2,48 persen pada perdagangan hari ini dan terparkir di level Rp4.710. Dalam sepekan, harga saham BBRI turun 2,69 persen.

Selain itu, harga saham BBNI turun 2,50 persen dalam 24 jam terakhir menjadi Rp8.775 pada perdagangan hari ini. Harga saham BBNI turun 1,40 persen dalam sepekan.

Investment Analyst di Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian mengatakan secara jangka pendek, penurunan harga saham bank-bank jumbo itu terpengaruh oleh sentimen bangkrutnya SVB di AS. "Jika melihat sentimen negatif dari global berupa bangkrutnya SVB di AS, maka akan terdapat volatilitas," katanya kepada Bisnis pada Selasa (14/3/2023).

Akan tetapi, dalam jangka panjang, terutama di tahun ini, kinerja saham dari bank-bank besar tersebut menurutnya dinilai potensial. Hal ini seiring dengan masih solidnya fundamental ekonomi domestik dan masih tingginya ekspektasi pertumbuhan kredit perbankan.

Sementara itu, berdasarkan data dari Bloomberg, kapitalisasi pasar gabungan di MSCI World Financials Index dan MSCI Emerging Markets Financials Index tercatat turun sekitar US$465 miliar atau Rp7.153,56 triliun dalam tiga hari terakhir hingga hari ini (14/3/2023).

MSCI Asia Pacific Financials Index juga mengalami penurunan 2,7 persen dan mencapai level terendah sejak 29 November 2022.

Sejumlah korporasi keuangan di Asia seperti Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. dari Jepang mengalami penurunan kapitalisasi pasar 8,3 persen. Kemudian kapitalisasi pasar Hana Financial Group Inc. dari Korea Selatan turun 4,7 persen. 

Di Australia, ANZ Group Holdings Ltd. pun kehilangan nilai pasarnya 2,8 persen.

Meski begitu, Analis Bloomberg Intelligence Francis Chan menganggap industri keuangan di Asia, termasuk Indonesia sebenarnya relatif minim terdampak kejatuhan bank AS itu. "Sebagian besar bank-bank di Asia memiliki risiko minimal dari simpanan tiba-tiba yang melumpuhkan SVB," katanya dikutip dari Bloomberg pada Selasa (14/3/2023). 

Akan tetapi, masih ada kekhawatiran industri keuangan dapat melihat dampak terhadap investasi mereka pada obligasi dan instrumen keuangan lainnya di tengah gejolak yang disebabkan oleh SVB.

Sebagaimana diketahui, SVB dilaporkan bangkrut pada Jumat (10/3/2023) pagi waktu setempat usai gagal mengumpulkan dana tambahan sebesar US$2,25 miliar dalam 48 jam. Kejadian tersebut lantas menyulut kekhawatiran masyarakat atas terulangnya kembali krisis pada 2008 silam.

Sebelum SVB, Silvergate Capital Corp., juga telah mengatakan akan melikuidasi banknya yang menyimpan dana kripto sebagai imbas dari kehancuran industri kripto.

Kepanikan di industri keuangan AS tidak berhenti di situ, sebab regulator bank AS kemudian mengumumkan penutupan Signature Bank pada Minggu (12/3/2023). Gelombang sinyal bank runs kemudian menjadi ancaman baru bagi perbankan AS.

“Para deposan menarik uang mereka secara tiba-tiba dan cepat sehingga bank bangkrut dan penurunan interday tidak dapat dihindari akibat penarikan besar-besaran itu,” kata Chief Executive Officer (CEO) Better Markets Dennis M. Kelleher.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper