Bisnis.com, BALI — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB) dan beberapa bank Amerika Serikat (AS) tidak berdampak langsung ke perbankan Indonesia.
Hal itu disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono usai acara International Seminar on Promoting Digital Finance Inclusion for Micro, Small and Medium Enterprises (MSME) Through the Use of Credit Scoring di Hilton Bali Resort, Nusa Dua, Bali, Kamis (16/3/2023).
“OJK sudah menyampaikan bahwa dampak dari SVB di Indonesia tidak terjadi secara langsung [ke perbankan] karena fundamental ekonomi Indonesia baik, di perbankan pun terkendali,” ujar Ogi.
Mantan Direktur di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) itu menjelaskan bahwa kredit perbankan mengalami pertumbuhan di atas 10 persen, tepatnya 10,53 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp6.310,88 triliun pada Januari 2023.
Penguatan kredit tersebut utamanya ditopang oleh kredit investasi dan kredit modal kerja yang masing-masing tumbuh sebesar 12,61 persen yoy dan 10,03 persen yoy.
Selain itu, lanjut Ogi, risiko kredit di awal 2023 juga terjaga dengan rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) net perbankan sebesar 0,76 persen dan NPL gross sebesar 2,59 persen.
Baca Juga
Ogi menyampaikan bahwa sejauh ini regulator tidak melihat adanya lembaga keuangan Indonesia yang terkait langsung dengan SVB, namun lebih pada ke arah psikologis atas tutupnya SVB.
“Laporan saat ini tidak ada terkait langsung, tapi lebih pada psikologis. Tapi kita sudah monitor dan saat ini tidak ada bank yang dalam status resolusi,” ujarnya.
Pasalnya, setidaknya ada tiga mekanisme dala perbankan, yakni bank dalam pengawasan, bank dalam penyehatan, dan bank dalam resolusi.
“Bank dalam status resolusi Itu tidak ada. Artinya, so far bagus-bagus saja. Kami yakinkan bahwa kondisi lembaga jasa keuangan di Indonesia itu relatif lebih aman,” tutupnya.