Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos BI Beberkan Pelajaran Penting dari Kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB)

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan pelajaran penting dari kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dan bank AS lainnya.
Nasabah mengantre di luar kantor pusat Silicon Valley Bank di Santa Clara, California, AS, pada hari Senin, (13/3/2023). Runtuhnya Silicon Valley Bank telah mendorong perhitungan global pada perusahaan modal ventura dan ekuitas swasta, yang mendapati diri mereka tiba-tiba terekspos secara bersamaan ke mesin uang industri teknologi. David Paul Morris/Bloomberg
Nasabah mengantre di luar kantor pusat Silicon Valley Bank di Santa Clara, California, AS, pada hari Senin, (13/3/2023). Runtuhnya Silicon Valley Bank telah mendorong perhitungan global pada perusahaan modal ventura dan ekuitas swasta, yang mendapati diri mereka tiba-tiba terekspos secara bersamaan ke mesin uang industri teknologi. David Paul Morris/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memaparkan pelajaran penting yang dapat diambil oleh perbankan dalam negeri terkait runtuhnya tiga bank di Amerika Serikat, yakni Silicon Valley Bank (SVB), Silvergate Bank dan Signature Bank.

Dia menjelaskan kolapsnya tiga bank Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa model bisnis yang dijalankan tidak stabil dan sangat rentan. Hal ini terlihat dari produk simpanannya yang hanya terkonsentrasi pada deposan-deposan besar.

“Konsentrasi simpanannya 93 persen adalah deposan besar dan juga dalam klaster yang sama, yaitu berkaitan dengan startup maupun perusahaan teknologi finansial,” tutur Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (16/3/2023).

Sementara itu, dari sisi aset, Perry menuturkan bahwa penempatan dana sebagian besar berada dalam surat-surat berharga khususnya pemerintah.

Meski berisiko rendah, masih terdapat risiko valuasi lantaran efek yang dipegang tersedia untuk dijual atau available for sale securities.

Dengan demikian, lanjutnya, efek yang dipegang oleh bank-bank tersebut terkena valuasi marked to market dan hanya sebagian kecil yang investasi berakhir hingga jatuh tempo atau biasa disebut held to maturity securities.

“Itu sehingga kenapa kemudian terjadi loss dalam valuasi efek, karena suku bunga The Fed naik, US Treasury naik, sehingga harganya turun dan terjadi negatif valuasi dari surat-surat berharganya. Negatif valuasi ini yang kemudian menggerogoti modalnya,” kata Perry.

Adapun, kerugian modal itu yang membuat Silicon Valley Bank (SVB) harus bersusah payah menambah modal. Sebagaimana diketahui, SVB runtuh setelah saham bank ini anjlok 66 persen dan gagal mendapatkan tambahan dana sebesar US$2,25 miliar dalam 48 jam.

Gejolak SVB dimulai saat bank ini mengumumkan kerugian besar dalam penjualan sekuritas. Akibatnya, kekhawatiran muncul di antara perusahaan modal ventura atau deposan, yang menarik seluruh uang secara besar-besaran dari SVB.

“Bank yang berada di California kemudian diambil alih oleh Federal Deposit Insurance Corporation [FDIC]. Bacaan kami, langkah-langkah yang diambil FDIC bisa mengatasi dari permasalahan tiga bank ini,” pungkasnya.

Oleh karena itu, Perry menyimpulkan bahwa pelajaran yang dapat diambil dari kolapsnya tiga bank di AS adalah terkait dengan konsentrasi deposan, kerugian dari sekuritas, dan ketidakseimbangan aset liabilitas dinilai menjadi penyebab kegagalan tiga bank tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper